Menelisik Kiprah Hilirisasi Nikel Indonesia di Pulau Obi
Melihat besarnya potensi bijih nikel, pemerintah melarang perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) untuk ekspor bijih nikel ke luar negeri.
Penulis: Yosephin Pasaribu
Editor: Anniza Kemala
TRIBUNNEWS.COM - Nikel merupakan salah satu komoditas sumber daya alam yang sedang hangat diperbincangkan. Pasalnya, hasil tambang yang satu ini menjadi primadona dalam pembuatan baterai, pembuatan barang elektronik seperti televisi, setrika, dan laptop, serta menjadi bahan baku industri baja.
Sebagai negara penghasil bijih nikel terbesar di dunia, hal ini tentu menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, kebutuhan nikel diprediksi akan melonjak ke depannya, melihat saat ini dunia tengah gencar mengembangkan tren kendaraan listrik.
Melihat besarnya potensi bijih nikel, pemerintah pun melarang perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengekspor bijih nikel ke luar negeri.
Diketahui, hal ini diberlakukan guna mendorong perusahaan pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah bahan tambang sebelum diekspor.
Terdorong oleh hal tersebut, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (TBP) atau dikenal dengan Harita Nickel membangun pabrik peleburan bijih nikel (smelter) berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang beroperasi di wilayah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara pada tahun 2016.
Baca juga: Harita Nickel dan Kemenko Marves Ajak Generasi Muda Tanam 15.000 Mangrove untuk Mitigasi Iklim
Senantiasa bertumbuh, perusahaan pertambangan dan hilirisasi nikel terintegrasi berkelanjutan yang sudah beroperasi sejak tahun 2010 ini, mencatatkan diri sebagai pionir dalam konservasi mineral.
Lewat entitas asosiasinya, PT Halmahera Persada Lygend, PT TBP Tbk sukses mengharumkan Indonesia lewat keberhasilan mengaplikasikan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan produk antara berupa bauran nikel dan kobalt, yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) pada Juni 2021.
Dua tahun kemudian, persisnya pada Mei 2023, PT Halmahera Persada Lygend kembali menggebrak dunia hilirisasi nikel dunia dengan kembali menjadi pionir dalam industri hilirisasi nikel lewat peresmian operasional produksi nikel sulfat pertama di Indonesia sekaligus menjadi yang terbesar di dunia pada Mei 2023.
Berkat kehadiran smelter serta hilirisasi terintegrasi yang dicanangkan Harita Nickel, Indonesia dan Provinsi Maluku Utara mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan 2 tahun 2023 mengalami peningkatan sebesar 23, 89 persen dibanding tahun 2022 lalu. Bahkan, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022), Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara ini menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Baca juga: Junjung Tinggi Prinsip ESG, Harita Nickel Raih Penghargaan
Dalam hal ini, peningkatan produksi komoditas hilir nikel dan tumbuhnya nilai investasi karena adanya fasilitas smelter di Maluku Utara menjadi faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Fakta serupa juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Mengutip dari Kompas.com, Luhut mengatakan sepanjang tahun 2022 nilai ekspor nikel secara nasional mencapai angka US$ 33,81 miliar atau sekitar Rp 507 triliun. Ini berarti, angka tersebut melonjak sebesar 745 persen dari nilai ekspor tahun 2017 ketika Indonesia hanya mengekspor bahan mentah berupa bijih nikel.
Guna melihat secara langsung proses peleburan bijih nikel di Pulau Obi dan dampak hilirisasinya, tim redaksi Tribunnews berkesempatan mengunjungi smelter Harita Nickel.
Penasaran dengan bagaimana proses pengolahan bijih nikel di smelter tersebut? Yuk, lihat prosesnya dengan menyaksikan video bertajuk "Ekspedisi Hilirisasi Anak Bangsa" episode "Nikel di Sekitar Kita” melalui Youtube Tribunnews ini!
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.