Diduga Terlibat Karhutla, KLHK Segel 35 Lahan Korporasi di Tiga Provinsi
35 penyegelan itu berada di 3 provinsi dengan rincian, 11 kasus di Kalimantan Barat, 10 kasus di Kalimantan Tengah, dan 14 kasus di Sumatera Selatan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut sampai saat ini sudah ada 35 penyegelan terhadap lokasi atau lahan yang dimiliki korporasi.
Penyegelan ini dilakukan sebagai langkah awal dari upaya penegakan hukum terhadap korporasi yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Penyegelan yang kami lakukan saat ini jumlahnya ada 35. Ini terkait lokasi yang dikelola atau dimiliki oleh korporasi dan juga ada lokasi yang kami belum tahu siapa yang memiliki lokasi tersebut," kata Dirjen Penegakan Hukum LHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers penanganan karhutla di Arborea Cafe Manggala Wanabakti, Kementerian LHK, Jakarta, Sabtu (7/10/2023).
Baca juga: KLHK: Ada Masalah Ketersediaan Air untuk Langkah Pemadaman Karhutla di Beberapa Wilayah
"Penyegelan merupakan langkah awal dari upaya penegakan hukum yang kami lakukan," lanjutnya.
Adapun 35 penyegelan itu berada di 3 provinsi dengan rincian, 11 kasus di Kalimantan Barat, 10 kasus di Kalimantan Tengah, dan 14 kasus di Sumatera Selatan.
Jumlah ini lanjut Ridho, akan terus bertambah lantaran tim KLHK juga tengah berada di lapangan untuk melakukan identifikasi. Satu diantaranya yang sedang didalami ada di wilayah Kalimantan Selatan.
"Dari 3 provinsi yang sudah kami lakukan penyegelan, ada 35 kami segel, jumlah akan bertambah karena tim kami sedang bekerja di lapangan saat ini. Kami juga mengidentifikasi ada beberapa lokasi di Kalimantan Selatan yang sedang didalami. Kami segera mengirimkan tim untuk melakukan penyegelan," ungkapnya.
Selain itu, KLHK juga mengidentifikasi bahwa ada beberapa lahan milik perusahaan yang terbakar berulang. Perusahaan ini dimiliki oleh asing, yakni Malaysia dan Singapura.
"Di samping penyegelan, kami juga mengidentifikasi ternyata ada beberapa perusahaan yang terbakarnya berulang, termasuk juga ada perusahaan asing, termasuk perusahaan dari Malaysia, Singapura," kata Ridho.