Kisah Bidan Fifi Sumanti Turunkan Angka Stunting di Pulau Komodo, Mitos di Masyarakat Jadi Tantangan
Bidan Puskesmas Pembantu (Pustu) Pulau Komodo, Labuan Bajo, NTT, Fifi Sumanti mengungkapkan perjuangannya dalam menurunkan angka stunting.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Adi Suhendi
![Kisah Bidan Fifi Sumanti Turunkan Angka Stunting di Pulau Komodo, Mitos di Masyarakat Jadi Tantangan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aktris-dan-pegiat-sosial-andien-aisyah-1239.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bidan Puskesmas Pembantu (Pustu) Pulau Komodo, Labuan Bajo, NTT, Fifi Sumanti mengungkapkan perjuangannya dalam menurunkan angka stunting di daerahnya.
Ia bersama tim mengaku kerap menghadapi berbagai persoalan dalam menurunkan angka stunting di pulau Komodo.
"Jadi saya masih ingat tahun 2018, angka stunting tinggi banget. Sepertiga balita (di daerah) saya ada di garis kuning," ungkapnya pada sesi media briefing pada acara 1000 Days Fund Humanitarian Awards di Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023).
Merasa sangat sedih dengan kondisi ini, Fifi pun bergerak bersama tim di Puskesmas.
Kala itu ada tiga orang bidan dan membuat program agar bisa menurunkan angka stunting.
Baca juga: Pengantin Anemia Sebabkan Angka Stunting Sulit Turun
"Akhirnya, kita lakukan edukasi aktif. Kemudian di setiap Posyandu, ada kelas ibu hamil, pelayanan terpadu, semua kita sebarkan isu stunting," ujarnya.
Akhirinya di satu wilayah Pulau Komodo yang dibicarakan hanya isu stunting.
Hingga pada 2019, angka stuting di Pulau Komodo turun.
Namun Fifi merasa upayanya belum tuntas, penurunan angka stunting dirasa belum signifikan.
Baca juga: Wapres Ingatkan Tenggat Waktu Penurunan Stunting Hingga 14 Persen Tinggal Satu Tahun
Lewat pendekatan dengan masyarakat, ia pun menemukan berbagai masalah yang menjadi penyebab stunting.
Pertama dari pola pikir yang belum terbentuk secara baik dan benar.
"Okelah edukasi ibunya ngerti stunting itu apa, penyebab apa, kemudian pencegahan itu apa, dia tahu A-Z. Tapi ketika pulang ke rumah, dia kembali ke kebiasaan yang salah," jelasnya.
Menurutnya mengubah pola pikir memang tidaklah mudah. Butuh edukasi secara terus-menerus.
Kedua, selain orangtua, Fifi bersama tim sempat melupakan sosok penting yang juga berpengaruh dalam menurunkan stunting yaitu ibu mertua.
Pada satu kasus, ia pernah mendapatkan informasi seorang anak usia dua bulan diberikan makanan pendamping ASI (MPASI).
"Karena terlalu fokus ke ibunya. Lupa bahwa di dalam keluarga itu ada mertua. Mertua berperan penting juga," tegasnya.
Akhirnya ia bersama tim melakukan kelas bersama mertua.
"Saat ini kondisi stunting di Pulau Komodo. Sudah mengalami penurunan setelah ada pelatihan dari tim 1000 Days Fund," tuturnya.
Stigma Persulit Pengentasan Stunting
Di samping pola pikir yang minim terhadap stunting menurut Fifi masih ada mitos yang menyulitkan pengentasan stunting.
"Ada satu terkait mitos, kebiasaan, budaya di sana pantangan makan selama hamil. Itu di awal-awal susah banget ngejelasinnya," jelasnya.
Di antaranya seperti ibu hamil, tidak boleh makan cumi, takut anaknya hitam.
Mitos lain adalah ibu hamil tidak boleh makan ikan. Nanti anaknya bakal berbau amis.
Stigma ini sangat disayangkan karena ikan dan telur termasu sumber protein.
"Itu banyak banget. Tidak boleh makan telur, nanti bisulan. Padahal sampai sekarang tidak ada penelitiannya yang mengatakan telur bikin bisulan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.