Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eks Penyidik KPK Minta Jokowi Copot Firli Bahuri agar Tak Ada Konflik Kepentingan di Kasus SYL

Hal itu guna mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Eks Penyidik KPK Minta Jokowi Copot Firli Bahuri agar Tak Ada Konflik Kepentingan di Kasus SYL
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Ketua KPK Firli Bahuri menepis isu dugaan pemerasan terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Praswad Nugraha meminta Presiden Joko Widodo agar menonaktifkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Praswad Nugraha meminta Presiden Joko Widodo agar menonaktifkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Hal itu guna mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Sebab, sebagaimana diketahui, saat ini Polda Metro Jaya sudah menaikkan status kasus dugaan pemerasan terhadap SYL oleh pimpinan KPK ke tahap penyidikan.

Baca juga: KPK Buka Suara soal Firli Teken Surat Penangkapan SYL sebagai Ketua KPK dan Penyidik

"IM57+ Institute mendesak Presiden untuk memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan pimpinan KPK," kata Ketua IM57+ Institute itu lewat keterangan tertulis, Jumat (13/10). 

Menurut Praswad, bertahannya Firli Bahuri di KPK membuat proses penyidikan kasus SYL bisa menjadi bermasalah. 

Baca juga: Febri Diansyah: Firli Tanda Tangan Surat Penangkapan SYL sebagai Ketua KPK dan Penyidik

Selain itu, lanjut dia, kondisi tersebut dapat digunakan sebagai celah dalam mendelegitimasi proses penyidikan karena bertentangan dengan hukum dan berpotensi malaadministrasi. 

Berita Rekomendasi

Secara hukum, terang Praswad, terdapat dua dimensi persoalan. 

Pertama terkait konflik kepentingan yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kewenangan. 

"Sesuai Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Administrasi Pemerintahan, setiap keputusan dan tindakan administratif dapat menjadi batal apabila dilakukan oleh orang yang mempunyai konflik kepentingan. Surat penangkapan adalah bagian dari tindakan administratif," jelas Praswad. 

Alasan kedua adalah persoalan kewenangan berbasis legislasi. 

Berdasarkan UU 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum. 

"Penonaktifan Firli Bahuri menjadi suatu urgensi dalam memastikan proses penegakan hukum tetap berjalan independen dan berintegritas," katanya. 

Praswad menambahkan kehadiran Firli Bahuri di KPK juga berpotensi menimbulkan dugaan pidana baru, yaitu penyalahgunaan kewenangan. 

Baca juga: Datang di Polda Metro Jaya untuk Diperiksa Kasus Pemerasan, Ajudan Firli Bahuri: Enggak Ada Arahan

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas