PP Muhammadiyah Minta Komnas HAM Investigasi Dugaan BUMN Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar
Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, bahkan telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10/2023).
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mendesak Komnas HAM melakukan investigasi terhadap dugaan adanya pasokan senjata dari BUMN nasional kepada junta militer di Myanmar.
Dia pun menilai, telah terjadi dugaan kejahatan kemanusiaan di Myanmar serta meminta pemerintah dan komunitas internasional merespons dengan tegas.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Isu Suplai Senjata ke Junta Militer Myanmar: Ini Persoalan Serius
"Respons tersebut merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung jawab universal untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan," kata Busyro Muqoddas, di Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Sebagai informasi, dikutip dari Kompas.com, para penggiat HAM mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan BUMN ke Myanmar.
Baca juga: Dugaan 3 BUMN Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar, Perlu Didasarkan Pada Putusan MK Tahun 2023
Tiga BUMN tersebut adalah PT Pindad, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, bahkan telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10/2023).
Menurut mereka, desakan diperlukan mengingat Indonesia telah berusaha mendorong rekonsiliasi untuk Myanmar.
Organisasi yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman.
Dalam pengaduannya, mereka menuduh tiga BUMN yang merupakan produsen senjata telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North.
Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar. Para aktivis mengatakan, Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Diketahui, situasi Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021, lalu.
Sementara, Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri menilai, secara langsung maupun tidak langsung pemerintah Indonesia berkontribusi terhadap terjadinya pelanggaran HAM berat di Myanmar, termasuk dugaan genosida terhadap etnis Rohingya.
Menurut Gufron, ketiga BUMN itu bertindak atas sepengetahuan dan persetujuan instansi negara di bidang pertahanan, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Artinya ada tanggung jawab negara atas persoalan di Myanmar," ucapnya.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya pun menyoroti dugaan keterlibatan BUMN dalam pasokan senjata ke Myanmar itu berbanding terbalik dengan gimmick pemerintah Indonesia yang selama ini bicara solidaritas kemanusiaan untuk etnis Rohingya melalui berbagai saluran diplomasi.
"Atas dugaan kejahatan tersebut, PBB pernah menyerukan negara-negara anggotanya untuk menghentikan penjualan senjata atau embargo ke Myanmar demi mencegah berlanjutnya pelanggaran HAM berat di Myanmar," jelas dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.