Ahli di Sidang Johnny Plate dkk Nilai Kasus BTS Kominfo tidak Masuk Ranah Tipikor
Chairul Huda menilai kasus dugaan korupsi pembangunan BTS 4G BAKTI Kominfo semestinya tidak masuk ke dalam ranah pidana korupsi
Penulis: Astini Mega Sari
Editor: Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menilai kasus dugaan korupsi pembangunan base transceiver station (BTS) 4G BAKTI Kominfo semestinya tidak masuk ke dalam ranah pidana korupsi.
Menurut Chairul proyek tersebut masih berjalan sehingga belum bisa dibuktikan secara nyata dan pasti adanya kerugian keuangan negara.
Chairul menyebut kerugian keuangan negara belum bisa disimpulkan terhadap sebuah pekerjaan yang belum selesai.
Hal tersebut juga berlaku pada proyek-proyek pengadaan di kementerian atau lembaga negara.
“Belum bisa disebut ada kerugian negara. Sebab dalam perspektif hukum pidana, sebuah kerugian merupakan sebuah akibat yang sifatnya nyata dan pasti jumlahnya. Tidak bisa potensi kerugian. Ilustrasinya seperti belum ada orang mati bagaimana bisa disimpulkan ada (tindak pidana) pembunuhan?” kata Chairul.
Ia mengatakan hal itu saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G dengan terdakwa Anang Achmad Latif, mantan direktur utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Baca juga: Kejagung Pastikan Bakal Panggil Pihak BPK Terkait Upaya Pengamanan Kasus BTS Kominfo
Chairul mengatakan hal itu menjawab pertanyaan penasihat hukum dari Anang Latif mengenai kesimpulan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung yang menyebutkan bahwa korupsi pengadaan BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merugikan negara Rp8,03 triliun.
BPKP dan Kejaksaan mengacu kepada jumlah menara yang belum selesai dibangun alias mangkrak sebanyak 3.242 BTS hingga 31 Maret 2022.
Penentuan cut-off date 31 Maret 2022 dalam perhitungan kerugian juga dinilai tidak sesuai dengan fakta hukum karena pembangunan BTS 4G terus berlanjut sampai Oktober 2023 dan telah selesai hampir 100 persen.
"Mengingat belum ada kerugian negara yang nyata dan pasti, maka (kasus ini) tidak bisa masuk domain hukum pidana. Pendapat saya hal seperti itu ranahnya hukum administrasi,” simpul Chairul.
Sementara Atas Yuda Kandita, ahli pengadaan barang dan jasa menjelaskan bahwa Badan Layanan Umum (BLU)—seperti BAKTI—bisa menjalankan sebagian proses pengadaan layaknya korporasi.
BLU bisa dikecualikan dalam pengadaan barang dan jasa yang biasa dilakukan olen satuan kerja pemerintah mengacu kepada Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018.
Baca juga: Pihak BPK Bakal Dipanggil Kejaksaan Agung Terkait Upaya Pengamanan Kasus BTS Kominfo
“BLU berdasarkan teori pengadaan internasional bisa menentuka persyaratan kritikal dan boleh tidak menjalankan proses pengadaan dengan kompetisi terbatas,” ujarnya.
Dalam kasus korupsi pembangunan tower BTS 4G Bakti Kominfo ini Kejaksaan Agung telah menetapkan 14 orang sebagai tersangka.
Rinciannya; 6 terdakwa sudah terdakwa, 6 tersangka segera dilimpahkan ke pengadilan, dan 2 tersangka yang baru ditetapkan.
Johnny Plate, Anang Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak, Mukti Ali, Yusrizki, Elvano Hatohorangan, Feriandi Mirza, dan Jemy Sutjiawan dijerat dengan pasal korupsi.
Sedangkan Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan dijerat pasal korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kemudian Windi Purnama hanya dijerat pasal TPPU.
Selain itu, Walbertus Wisang dijerat pasal perintangan proses hukum.
Adapun Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli masuk ke dalam klaster upaya pengamanan perkara.
Baca juga: Alasan Kejagung Jerat Edward Hutahaean Pakai Pasal Suap di Kasus BTS Kominfo: Dia Komisaris PT Pupuk
Mereka yang dijerat korupsi dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Adapun yang dijerat perintangan proses hukum dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara yang terlibat pengamanan perkara dijerat pasal permufakatan jahat atau suap, yakni Pasal 15 atau Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga: 6 Tersangka Korupsi Tower BTS Kominfo Segera Susul Johnny G Plate dkk ke Meja Hijau