Akademisi UPH Soroti Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan dan Pasien di UU Kesehatan
Kaprodi Magister Hukum UPH, Prof. Dr. Agus Budianto, S.H., M.Hum, mengatakan disahkannya UU Kesehatan membuat sebanyak 11 UU dicabut.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 11 Juli 2023 dan ditandatangani Presiden RI Joko Widodo pada 8 Agustus 2023.
Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Hukum UPH, Prof. Dr. Agus Budianto, S.H., M.Hum, mengatakan disahkannya UU Kesehatan membuat sebanyak 11 UU dicabut atau tidak berlaku lagi.
UU tersebut meliputi UU Nomor 419 Tahun 1949 tentang Ordonansi Obat Keras, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Lalu UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Kemudian UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
“Pengesahan undang-undang ini justru menyisakan riak-riak permasalahan, khususnya tentang perlindungan tenaga kesehatan serta hak dan kewajiban mereka yang sebelumnya telah diatur di masing-masing undang-undang. Permasalahan-permasalahan pembentukan UU Kesehatan ini akan dibahas dalam seminar ini,” ujar Agus.
Hal tersebut diungkapkan oleh Agus pada Seminar Nasional dengan tema “Perlindungan Hukum Kepada Tenaga Medis dan Pasien Pasca Diundangkannya Undang-Undang Kesehatan”.
Seminar yang digagas mahasiswa program studi (Prodi) Magister Hukum UPH angkatan 2022 ini diselenggarakan secara hybrid dari UPH Kampus Pascasarjana pada 2 Oktober 2023.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum (FH) UPH, Dr. Velliana Tanaya, S.H., M.H. mengatakan terbitnya aturan baru tersebut merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan pemerhati hukum.
“Pembentukan undang-undang ini harus kita mengerti maksudnya dan bagaimana proyeksi ke depannya. Tidak hanya untuk dunia kesehatan, tetapi juga dunia hukum. Saya rasa sebagai mahasiswa dan akademisi hukum kita juga harus up to date dengan perkembangan-perkembangan ini,” kata Velliana.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. mengatakan, UU yang diinisiasi DPR tersebut diharapkan dapat mengakselerasi pelaksanaan transformasi kesehatan di Indonesia dan menjawab berbagai macam masalah kesehatan, mulai dari pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pendanaan, Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Prof. Dante kemudian memberikan contoh terkait masalah SDM kesehatan, di mana produksi tenaga kesehatan yang kurang, distribusi tidak merata, perizinan yang rumit, hingga rentannya kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan.
“Ada dua upaya yang terdapat dalam UU Kesehatan. Pertama, adanya majelis yang berfungsi melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran pidana dan perdata," kata Dante.
"Upaya ini akan menghasilkan rekomendasi apakah terdapat ketidaksesuaian dengan standar profesi, standar pelayanan atau standar prosedur operasional. Kedua, mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme keadilan restoratif,” tambah Dante.
Baca juga: PB IDI: Judicial Review UU Kesehatan Harus Dilakukan
Seminar Nasional ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Prof. Dr. Dr. dr. Eka Julianta Wahjoepramono, SpBS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran UPH; Dr. Christine Susanti, S.H., M.Hum selaku Dosen FH UPH; dan dr. Mahesa Paranadipa Maikel, M.H. selaku Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI).