Komnas HAM Didorong Selidiki Dugaan Keterlibatan 3 BUMN dalam Pelanggaran HAM di Myanmar
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dorong Komnas HAM selidiki dugaan keterlibatan 3 BUMN dalam pelanggaran HAM di Myanmar
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman mendorong Komnas HAM menyelidiki dugaan keterlibatan tiga BUMN pertahanan Indonesia dalam tindakan-tindakan Junta Militer Myanmar yang menurutnya berkualifikasi pelanggaran HAM berat.
Marzuki mengatakan, selaku pelapor, ia telah menyampaikan dugaan keterlibatan PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia dalam bisnis senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Menurutnya, dugaan yang didasarkan pada sumber-sumber terbuka dan sumber lainnya tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut.
Marzuki mengatakan karena tindakan ketiga BUMN pertahana tersebut diduga bertentangan dengan Resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Hal tersebut disampaikannya usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Selasa (24/10/2023).
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," kata Marzuki.
"Tetapi yang lebih mendalam adalah bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia Indonesia memungkinkan dan mengharuskan bahwa dugaan atau keterlibatan dari pihak Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran di Myanmar yang sudah berkualifikasi pelanggaran HAM berat perlu diselidiki duduk perkaranya," sambung dia.
Marzuki menduga pelanggaran HAM berat yang dilakukan Junta Militer Myanmar telah berlangsung sejak tahun 2017.
Selain itu, ia meyakini perdagangan senjata antara BUMN pertahanan Indonesia dengan Junta Militer Myanmar masih berlangsung setelah PBB menerbitkan resolusi tentang pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
"Pelanggaran HAM berat (junta militer Myanmar) itu sudah berlaku, sudah mulai sejak 2017. Jadi perdagangan senjata itu setelah keluarnya resolusi PBB dan setelah kudeta masih berlangsung. Karena itu pameran yang dilakukan oleh Pindad itu bulan Juli 2023. Dengan demikian ini sudah lama berlangsung dan tidak diketahui," kata dia.
"Dan dengan demikian Pindad baik langsung maupun tidak langsung, terlibat di dalam penindasan rakyat Myanmar," sambung dia.
Baca juga: Marzuki Darusman Audiensi dengan Pimpinan Komnas HAM Soal Dugaan Bisnis Senjata BUMN dengan Myanmar
Marzuki mengatakan holding BUMN pertahanan DEFEND ID berhak membantah dugaan tersebut.
Namun demikian menurutnya, DEFEND ID perlu mengklarifikasi perihal hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar.
"Ini semua didasarkan kepada adanya informasi yang terbuka yang dikeluarkan oleh PT yang bersangkutan bahwa mereka ada hubungan-hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar. Itu yang memerlukan klarifikasi," kata dia.