Try Sutrisno dan FOKO Purnawirawan TNI-Polri Tolak Pengakuan 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Try dan FOKO Purnawirawan TNI-Polri menuntut pemerintah dalam hal ini Komnas HAM untuk meneliti kembali kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-9 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno bersama Forum Komunikasi (FOKO) Purnawirawan TNI-Polri menolak pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas pelanggaran HAM berat masa lalu.
Hal tersebut disampaikan Try dalam video yang ditayangkan saat pernyataan sikap FOKO Purnawirawan TNI-Polri di kawasan Senen Jakarta Pusat pada Kamis (26/10/2023).
Baca juga: Anak Jenderal Ahmad Yani Marah soal Keppres dan Inpres tentang Pelanggaran HAM Berat
"Menolak dan tidak dapat menerima pernyataan Presiden RI Joko Widodo selaku Kepala Negara yang menyatakan telah terjadi 12 Pelanggaran HAM yang berat masa lalu pada saat menerima laporan dan rekomendasi TPPHAM beras sebagai mandat Keppres Nomor 17/2022," kata Try.
Kedua, Try dan FOKO Purnawirawan TNI-Polri menuntut pemerintah dalam hal ini Komnas HAM untuk meneliti kembali kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu secara transparan dan memenuhi akuntabilitaa publik, sehingga para pihak yang dirugikan atas pelanggaran HAM yang berat dimaksud mendapatkan keadilan.
Baca juga: Ganjar-Mahfud Diyakini Bisa Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu
Ketiga, Try dan FOKO juga menuntut pemerintah bertindak adil kepada masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM berat, bukan hanya kepada pihak korban mantan PKI dan GAM, sebab terekspose kepada masyarakat hanya pihak korban PKI dan GAM yang menjadi atensi pemerintah.
"Keempat, mewaspadai upaya kebangkitan PKI melalui pengungkapan kembali peristiwa 1965-1966," kata Try.
Ia juga menyatakan pemerintah melalui Presiden Republik Indonesia wajib tidak terpengaruh oleh siapapun dan konsisten menegakkan keadilan sebagaimana kehendak sila kelima dari Pancasila.
Hal tersebut, kata Try, sesuai dengan alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sebelumnya, Try menyoroti di antaranya pendapat kalangan Purnawirawan TNI-Polri yang menilai bahwa penetapan 12 Pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Komnas HAM dan pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu adalah bukti ketidakadilan pemerintah terhadap warga negaranya.
Sebab, kata dia, pemerintah hanya mendasarkan pengakuannga kepada penetapan dan rekomendasi Komnas HAM yang dalam hal ini pelanggaran HAM berat yang dinilai dilakukan oleh aparat Keamanan Negara.
Baca juga: Anak DN Aidit: Negara Berutang Maaf pada Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat
Merujuk pada Undang-Undang nomor 39 tahun 1999, lanjut dia, pelaku pelanggaran HAM adalah orang atau kelompok orang termasuk alat negara.
Pelanggaran HAM dimaksud, kata dia, akan menjadi pelanggaran HAM berat apabila tergolong kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaaan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000, lanjut Try, kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut dilakukan terhadap penduduk sipil.