Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim, MKMK Periksa Denny Indrayana dan 16 Guru Besar
Dalam sidang yang berlangsung terbuka ini MKMK memberikan kesempatan kepada para staf ahli hakim terlapor dan pemohon untuk hadir.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang pemeriksaan pelapor atas laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam Putusan MK Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Dalam sidang yang berlangsung terbuka ini MKMK memberikan kesempatan kepada para staf ahli hakim terlapor dan pemohon untuk hadir.
Baca juga: MKMK Putuskan Laporan Hakim pada 7 November, Jika Ketua MK Bersalah, Gibran Gagal Jadi Cawapres?
Sidang pemeriksaan ini diikuti oleh Denny Indrayana serta 16 guru besar dan pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) selaku pelapor.
Sebagai informasi, ada dua sidang yang berlangsung hari ini. Sidang pemeriksaan pelapor yang berlangsung terbuka pagi ini.
Serta sidang pemeriksaan terlapor hakim konstitusi Anwar Usman dan Saldi Isra yang akan berlangsung tertutup pada malam nanti.
Baca juga: Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres Kehilangan Sifat Final and Binding
Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memastikan putusan terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim akan selesai pada 7 Oktober 2023.
Hal itu, dijelaskan Jimly, karena ada pemohon yang meminta agar putusan tersebut dibacakan sebelum tanggal 8 November 2023, di mana merupakan batas terakhir pengusulan bakal calon pengganti capres-cawapres di KPU.
"Kami mendiskusikannya (permintaan pelapor), kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu. maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7," kata Jimly, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Jimly kemudian mengatakan, hal ini dilakukan agar publik tidak menganggap penyelesaian laporan dugaan pelanggaran etik sengaja dibuat molor.
"Kenapa tanggal 7, karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan misalnya ada orang menganggap 'wooo sengaja ini dimolor-molorin'. Padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya (MKMK) itu," jelas Jimly.
Baca juga: Profil Hakim Arief Hidayat, Dilaporkan ke MKMK Imbas Kritik Putusan MK
"Tugas kita 30 hari harusnya, cuma ada yang nanti bisa menganggap 'waduh ini sengaja dimolor-molor'. Maka kita sepakati putusan tanggal 7," sambungnya.