Minta Kemenkes Buat Public Hearing untuk RPP Kesehatan, DPR: Libatkan Pengusaha dan Petani Tembakau
Anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan RPP Kesehatan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Dirinya mengatakan terdapat banyak tenaga kerja di Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri dan ekosistem pertembakauan.
Maka, isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan diminta jangan sampai mengabaikan hak dan kepentingan mereka.
"Sampai RPP ini saya akan kawal aspirasi Bapak-Ibu, terlebih karena banyak orang yang harus diselamatkan pekerjaannya, banyak anak yang terus bersekolah, banyak orangtua yang juga bergantung pada anggota keluarganya yang bekerja di tembakau, baik sebagai petani atau sebagai pekerja di pabrik," ujar Nadlifah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Nadlifah saat menghadiri “Workshop Advokasi Terintegrasi” yang digelar Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) di Bogor, Jawa Barat.
Nadlifah menilai sejumlah larangan terhadap produk tembakau yang terdapat dalam RPP Kesehatan dapat mematikan keberlangsungan industri tembakau.
Meski dalam bentuk berbeda, pihaknya menilai ada upaya yang sama, seperti ketika RPP Kesehatan disusun, dengan menyetarakan antara produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika serta akhirnya pasal dimaksud dicabut.
”Yang harus dilakukan adalah Kemenkes ini harus membuat public hearing untuk RPP Kesehatan. Kalau urusan tembakau ini, pelaku usaha diajak bicara, serikat pekerja diajak bicara, petaninya diajak bicara. Harus ditimbang antara manfaat dan mudhorotnya," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong serikat pekerja untuk segera menyampaikan usulannya terhadap aturan produk tembakau di RPP Kesehatan ini.
Ia juga meminta agar Kemenkes tidak terburu-buru dalam menyusun dan mengesahkan aturan tersebut.
“Nggak bisa (terburu-buru) karena UU Kesehatan kemarin kan baru diputuskan satu bulan. Kami tidak mau yang tergesa-gesa, yang hasilnya tidak maksimal,” ucapnya.
Sejumlah larangan bagi produk tembakau di RPP Kesehatan dinilai berpotensi mematikan industri tembakau sehingga dapat berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, mengungkapkan pihaknya tidak pernah dilibatkan oleh Kemenkes dalam penyusunan RPP Kesehatan.
Padahal, FSP RTMM-SPSI adalah salah satu pemangku kepentingan industri tembakau.
Baca juga: Pengurangan Risiko Tembakau Perlu Dilakukan Mengingat Tingginya Angka Perokok di Indonesia
”Sebanyak 143 ribu anggota kami menggantungkan nasibnya pada sektor tembakau sebagai tenaga kerja pabrikan. Industri tembakau adalah sawah ladang kami, tempat kami mencari nafkah untuk itu keberadaannya akan terus kami perjuangkan," tutur Sudarto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.