Jenderal TNI Dudung Abdurachman Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer
Dan menurut Dudung, konsep ancaman saat ini tidak hanya berupa militer saja, tetapi juga serangan siber dan operasi informasi yang menyasar aspek
Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dikukuhkan sebagai Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM).
Pengukuhan tersebut dilakukan oleh Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Jenderal TNI Purn Prof. Dr. A.M. Hendropriyono, S.T., S.H., M.H dalam sidang senat terbuka di Balai Kartini Jakarta pada Selasa (7/11/2023).
Usai dikukuhkan sebagai Guru Besar, Dudung menyampaikan orasi ilmiah berjudul Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi pada Penguatan Kepemimpinan TNI Angkatan Darat dalam Mewujudukan Visi Ketahanan
Nasional.
Dalam orasi ilmiahnya, Dudung di antaranya mengatakan masyarakat Indonesia saat ini dalam kondisi yang rentan.
Salah satu faktor dominan yang menyebabkan kerentanan itu, kata dia, adalah pesatnya teknologi informasi dari media digital yang tidak dibarengi dengan kepedulian dan tanggung jawab moral.
Hal tersebut, kata dia, berdampak pada pola dan transformasi sosial yang menyebabkan fragmentasi atau perpecahan dalam masyarakat terlebih dengan tingkat literasi masyarakat yang masih rendah.
Fragmentasi sosial, kata dia, dapat dengan mudah dipicu melalui penyebaran berita bohong atau hoaks maupun dengan ujaran kebencian sesama anak bangsa.
Praktik tersebut, lanjut dia, semakin dipermudah lagi dengan kemajuan Artificial Intelligent dan akses internet yang telah menjangkau 70 persen dari total penduduk.
Dan menurut Dudung, konsep ancaman saat ini tidak hanya berupa militer saja, tetapi juga serangan siber dan operasi informasi yang menyasar aspek kognitif manusia.
Hal ini sejalan dengan tiga dimensi perang yaitu dimensi fisik, virtual, dan kognitif di mana masyarakat di negara sasaran diserang dengan koginitif melalui media virtual sehingga terjadi perpecahan dalam masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah.
Baca juga: KSAD Jenderal Dudung Lebih Pilih Bertani Ketimbang Terjun Politik usai Pensiun dari Militer Nanti
Oleh karena itu, menurutnya dibutuhkan manusia-manusia Indonesia yang tangguh dan unggul baik dalam organisasi militer maupun sipil.
"Untuk itu di setiap level pendidikan perlu adanya pelajaran tentang mencintai keberagaman dan menghargai perbedaan serta kontribusi setiap warga negara terhadap kemajuan bangsa sesuai proporsi masing-masing," kata Dudung.
"Implementasi tentang ketahanan nasional ini harus dipahami oleh seluruh prajurit dan tentunya juga disebarluaskan kepada masyarakat. Dengan pemantapan nilai-nilai ketahanan nasional dihadapman para prajurit dapat menularkan semangat kemajuan kepada masyarakat yang ada di sekitarnya," sambung dia.
Menurutnya, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang mampu melewati batasan-batasan yang mampu membangun kebersamaan dalam organisasi serta mampu membentuk misi dan aksi serta memanfaatkan sumber daya dan motivasi.
Dari pengertian tersebut menurutnya ada tujuh hal yang harus diperhatikan oleh pemimpin masa depan.
Pertama, kata dia, pemimpin tidak boleh menunggu.
Kedua, membangun karakter pengikutnya.
Ketiga, kepalanya di langit, kakinya di bawah.
Keempat, lanjut dia, memiliki nilai bersama membuat perbedaan.
Kelima, bergotong royong.
Keenam, warisan yang ditinggalkan adalah kehidupan yang dijalani.
"Ketujuh, menyadari bahwa kepemimpinan adalah kepentingan setiap orang," kata dia.