KPK Konfirmasi Ahok Soal Proses Pengadaan LNG di Pertamina dan Kerugian Negara 140 Juta Dolar AS
Periksa Ahok, KPK dalami rekomendasi awal mula pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal rekomendasi awal mula pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).
Hal itu dikonfirmasi lewat pemeriksaan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Selasa (7/11/2023).
Ahok diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina tahun 2011-2021.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan bagaimana rekomendasi awal mula pengadaan LNG di PT PTMN (Pertamina)," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (8/11/2023).
Tak hanya soal itu, penyidik KPK juga mendalami pengetahuan Ahok ihwal kerugian keuangan negara sebesar 140 juta dolar AS atau setara Rp2,1 miliar yang diakibatkan oleh Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014.
"Selain itu saksi juga dikonfirmasi pengetahuannya terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengadaan tersebut," terang Ali.
Adapun Ahok diperiksa kurang lebih selama 6,5 jam sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina tahun 2011-2021.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mulai menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB dan keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pukul 15.38 WIB.
"Pemeriksaan tanya ke penyidik. Ini urusan jadi saksi buat masalah ibu Karen. itu aja sih," ucap Ahok yang diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Karen Agustiawan.
Kendati begitu, Ahok enggan menyampaikan soal materi pemeriksaan penyidik KPK.
Menurut dia, detail kasus rasuah ini akan dibuka secara terang di persidangan.
"Ya gak bisa dibuka. Nanti di pengadilan bisa kok," tutur Ahok.
Selain itu, Ahok juga menyebut bahwa kontrak kerja sama dalam pengadaan LNG antara PT Pertamina dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat, masih panjang.
"Kontraknya panjang. Makanya ini jadi bahan di sini lah, kamu tanya sama mereka. Tapi ini kontraknya panjang banget ini," terang Ahok.
Ia mengaku sudah memberikan arahan kepada jajaran direksi PT Pertamina untuk melakukan serangkaian tindakan sebagai upaya mengurangi dampak kerugian terkait pengadaan LNG ini.
"Yang pasti kami sudah berikan arahan kepada direksi, harus mitigasi risiko, kita tentu dagang kan. Modal sedikit untung gede dong. Jangan rugi dong. Itu udh ada guidance-nya. AD-ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) Pertamina juga udh kita revisi," jelas Ahok.
KPK menetapkan Dirut Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.
Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Dikatakan Firli, Karen yang diangkat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, lanjut Firli, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.
Selain itu, kata Firli, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
"Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," jelas Firli.
Atas kondisi oversupply tersebut, ujar Firli, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," beber Firli.
Atas perbuatannya, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.