Contoh Teks Khutbah Jumat: Menjaga Perairan dari Musibah
Berikut adalah contoh teks khutbah Jumat sebelum pelaksanaan salat Jumat yang berjudul "Menjaga Perairan dari Musibah".
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Whiesa Daniswara
Jamaah shalat Jumat yang berbahagia!
Pada saat ini kita saksikan beberapa fenomena alam yang terjadi dari air, seperti banjir, rob, tsunami dan lainnya adalah hasil perbuatan manusia yang tidak sadar dan kembali kepada Allah dengan cara bersyukur. Allah berfirman dalam Alquran surat ar-Rum ayat 41, sebagaimana berikut:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum ayat 41).
Fenomena alam yang terjadi biasanya terjadi pada dua faktor, yaitu internal dan eksternal, secara internal, bahwa Allah menciptakan alam sebagai makhluk yang fana, sehingga dalam waktu cepat atau lambat akan mengalami rusak dan punah, secara qadrati dan alamiah, sedangkan secara eksternal, bahwa allah menjadikan alam semesta raya ini sebagai anugrah untuk manusia, sehingga, kerusakan alam terkadang terjadi akibat dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab, hingga menjadikan alam tereksploitasi dan mengalami segala kerusakannya.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia!
Air merupakan sumber kehidupan manusia, sehingga dikatakan oleh pakar bahwa tubuh manusia terdapat 70 persen adalah air. Air merupakan sumber alam yang suci dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam konteks Islam, air selain dapat digunakan sebagai sumber kehidupan yang dapat dikonsumsi, air juga dapat digunakan untuk bersuci, baik untuk menhilangkan hadats ataupun najis, adapaun jenis-jenis air suci dibagi menjadi tujuh, yaitu air laut, air dari sumber mata air, air sumur, air embun, air sungai, air salju, dan air hujan.
Air itu sendiri terbagi pada air suci yang mensucikan, air suci yang tidak dapat digunakan untuk bersuci, air mustakmal (yaitu air yang sudah terpakai) dan air najis. Air suci artinya adalah air yang belum tercampur dengan apapun benda yang mempengaruhi, yang kerap juga disebut air mutlak, sedangkan air najis adalah air yang tercampur dengan benda najis, sehingga air tersebut tidak dapat disebut lagi air suci.
Bahkan ada air mustakmal, yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci, tidak lagi dapat digunakan kedua kali, selain itu juga terdapat air musyammas, yaitu air yang telah dipanaskan di terik matahari secara langsung, dengan menggunakan bejana (wadah) yang berbahan dari besi mislnya, atau timah atau yang lainnya, yang dapat menyebabkan air tersebut rusak atau dapat pula menyebabkan sakit kulit.
Dalam konteks saat ini, kita melihat banyak fenomena yang terjadi pada lingkungan kita termasuk tentang air. Misalnya air sumur atau air bor, melihat fenomena yang terjadi disekitar rumah kita terdapat banyak galian sumur ataupun bor, sedangkan di sisi lain, jumlah penduduk yang semakin meningkat, sehingga jarak rumah antara yang satu dengan yang lainnya sangat mepet dan nyaris tidak ada ruang dan jarak antara satu rumah dengan rumah tetangga, padahal idealnya jarak antara sumur dan jamban atau tempat penampungan kotoran manusia minimal 10 meter, sehingga tidak ada air yang terserap kedalam sumur kita.
Realita ini sangat sulit ditanggulangi, karena rumah kita dengan yang lainnya nyaris hanya berbatasan dengan tembok yang tinggi, hingga kita tidak tahu sumur dan sapiteng tetangga. Mungkin kita sudah berhati-hati dengan memberikan jarak antara sumber mata air kita dengan saptictank kita, tapi apakah saptictank tetangga kita juga jaraknya sudah mencapai batas minimal yaitu 10 meter, hal ini sangat sulit, dan jika hal ini berjalan tanpa kita sadari, berarti selama ini kita hidup dengan cara yang tidak sehat sesuai dengan anjuran ekologi.
Hadirin yang lulia!
Contoh lain, kita lihat di beberapa pesantren yang memiliki kolam ikan, sehingga kotoran para santri dibuang kekolam untuk dikonsumsi, juga menimbulkan permasalahan baru, karena ikan tersebut kemudian hari dijual dan dikonsumsi oleh manusia, padahal secara medis bahwa kotoran manusia mengandung virus atau bakteri yang jika dimakan oleh ikan tidak akan mati, hingga kemudian ikan tersebut dimakan kembali oleh manusia, tentunya hidup seperti ini merupakan bentuk cara hidup yang tidak ramah lingkungan.
Ditambah lagi misalnya kita lihat banyaknya orang di masyarakat tertentu yang membuang kotoran ke sungai, padahal aliran sungai tersebut tidak deras alirannya, hingga kotoran tersebut juga mengendap di sungai seperti halnya air da'im, yaitu air tenang yang tidak mengalir, yang tidak boleh seseorang membuang kotoran kedalamnya, karena akan berbahaya dalam keberlangsungan hidupnya, banyaknya penyakit seperti demam berdarah dan sebagainya, yang merupakan imbas dari air yang kotor dan kumuh.
Fenomena lain adalah terjadi pada air minum atau air mineral yang kita konsumsi setiap hari, harus juga kita pastikan kebersihan dan kehalalannya. Mungkin saja memiliki sertifikat halal, tapi sejatinya dalam waktu kurang lebih enam bulan harus ada uji ulang terhadap kemurnian air tersebut, karena dikhawatirkan air mengalami perubahan baik disebabkan oleh mesin pengolahannya, ataupun zat lain yang menjadikan air tersebut terkontaminasi, namun karena biaya pengujian ulang juga cukup tinggi, hingga acap kali pengolahan air jarang adanya uji ulang terhadap kebersihannya.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia!
Dari beberapa fenomena yang terjadi di atas, maka menjaga dan merawat lingkungan adalah sesuatu yang wajib bagi kita, karena hal tersebut merupakan ajaran agama Islam, sehingga air mutlak yang selama ini menjadi esensi dan standar dari sucinya air benar-benar terjaga dan tidak terkontaminasi dari segala pencemarannya.