Dua Terdakwa Kasus Korupsi BTS Kominfo Percaya Diri, Tak Ajukan Eksepsi
Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyidangkan perdana dua terdakwa.korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo memasuki jilid baru.
Setelah enam terdakwa, termasuk eks Menkominfo Johnny G Plate divonis pada pekan lalu, hari ini, Kamis (16/11/2023), Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyidangkan perdana dua terdakwa.
Kedua terdakwa itu ialah Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama dan Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan.
Dalam perkara ini, Windi Purnama didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sedangkan Yusrizki didakwa tindak pidana korupsi.
Atas dakwaan itu, keduanya percaya diri tak mengajukan eksepsi atay nota keberatan.
Baca juga: Monopoli Power System, Yusrizki Didakwa Rugikan Negara Rp 8,03 Triliun dalam Kasus BTS Kominfo
"Terima kasih Yang Mulia, setelah kami berdiskusi dengan klien kami, kami memutuskan untuk tidak mengajukan eksepsi," ujar penasihat hukum Windi Purnama di persidangan.
"Dari terdakwa Yuzrizki, kami juga tidak mengajukan eksepsi," kata penasihat hukum Yusrizki.
Karena tak ada eksepsi, maka persidangan berikutnya langsung beragendakan pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum.
Adapun persidangan lanjutan terkait kedua terdakwa akan digelar pada Rabu (22/11/2023).
Setelah itu, persidangan akan dilaksanakan setiap dua hari sepekan, yakni Senin dan Rabu.
Baca juga: Kejagung Sita Uang Achsanul Qosasi Terkait Penerimaan Rp 40 M di Kasus Korupsi BTS Kominfo
"Jadwalkan untuk pemeriksaan nanti minggu depannya hari Rabu saja. Senin Rabu, tapi untuk pemeriksaan saksi pertama tanggal 22 november 2023," ujar Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh sebelum mengetuk palu, tanda sidang berakhir.
Dalam perkara ini jaksa telah mengungkapkan bahwa Windi berperan menerima dan mengalirkan sejumlah uang atas perintah eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Selain arahan dari Anang Latif dan Irwan Hermawan, Windi Purnama juga disebut-sebut menebar uang ke berbagai pihak atas arahan eks Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak.
"Bahwa terhadap uang-uang yang diterima oleh Terdakwa Windi Purnama tersebut, selanjutnya terdakwa Windi Purnama mentransfer atau mengalihkan uang-uang tersebut atas arahan Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak dan Anang Ahmad Latif," kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan dalam persidangan.
Selain menjadi kurir, Windi juga disebut jaksa menerima uang untuk dinikmati sendiri.
Rinciannya, Rp 200 juta dan USD 3.000 dari Irwan Hermawan langsung serta Rp 500 juta dari Irwan melalui Steven Setiawan.
Uang tersebut kemudian digunakan Windi untuk membayar cicilan rumah di BSD Tangerang Selatan dan kebutuhan harian selama dia di Filipina.
"Untuk membayar cicilan rumah setiap bulan yang berlokasi di BSD Tangerang Selatan. Untuk keperluan sehari-hari dan biaya hidup selama terdakwa Windi Purnama tinggal di Manila Filipina selama bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023," kata jaksa.
Uang yang diterima Windi itu diyakini jaksa berasal dari korupsi yang dilakukan terdakwa lainnya secara bersama-sama hingga merugikan negara Rp 8,03 triliun.
"Atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," ujar jaksa.
Atas perannya di perkara ini, Windi Purnama dijerat dakwaan pertama: Pasal 4 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP subsidair Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kemudian dakwaan kedua: Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU subsidair Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Sedangkan Yusrizki didakwa terkait pengadaan power system BTS 4G BAKTI Kominfo, di mana dia memonopolinya.
Monopoli itu karena Yusrizki direkomendasikan Johnny G Plate.
Padahal, dia tak berkontrak dengan BAKTI terkait pengadaan power system dalam proyek senilai Rp 10 triliun lebih ini.
"Terdakwa Muhammad Yusrizki Muliawan atas perintah Johnny Gerard Plate bertemu dengan Anang Achmad Latif, agar salah satu pekerjaan utama yakni power system BTS 4G BAKTI paket 1 sampai dengan 5 diserahkan oleh Anang Achmad Latif kepada Terdakwa Muhammad Yusrizki Muliawan, meskipun Terdakwa selaku Direktur PT Basis Utama Prima tidak terikat kontrak secara langsung dengan BAKTI dalam Pekerjaan BTS 4G Paket 1, 2, 3, 4 dan 5," kata jaksa penuntut umum
Dalam perkara ini, perbuatan Yusrizki dianggap telah memperkaya pihak-pihak tertentu, termasuk dirinya sendiri hingga Rp 84 miliar dan USD 2,5 juta.
Uang tersebut bersumber dari para subkontraktor proyek tower BTS dengan rincian sebagai berikut:
- Jemy Sutjiawan Sebesar USD 2.500.000 selaku subkontraktor Fiberhome untuk pekerjaan BTS 4G paket 1 dan 2;
- Wiliam selaku direktur PT. Excelsia Mitra Niaga Mandiri sebesar sebesar Rp3.000.000.000 untuk pekerjaan pengadaan Power system pekerjaan BTS 4G paket 1 dan 2;
- Rohadi selaku Direktur PT. Bintang Komunikasi Utama (BKU) Sebesar Rp75.000.000.000 dari hasil pekerjaan power system meliputi battery dan solar panel untuk pekerjaan BTS 4G paket 3; dan
- Surijadi selaku Direktur PT. Indo Electric Instrumens (IEI) sebesar Rp6.179.000.000 untuk pekerjaan pengadaan Power system pekerjaan BTS 4G paket 4 dan 5.
Atas perannya di perkara ini, Yusrizki didakwa Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.