Pakar Menilai Ketua MK Suhartoyo Punya Pekerjaan Rumah Permanenkan MKMK
MK telah memutuskan membentuk MKMK untuk menindaklanjuti banyaknya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi Anwar Usman.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru Suhartoyo punya pekerjaan rumah untuk permanenkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
MK telah memutuskan membentuk MKMK untuk menindaklanjuti banyaknya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi Anwar Usman.
Namun MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie bersifat ad hoc belum permanen.
"Iya dipermanenkan karena menurut Undang-Undang harus permanen," kata Bivitri kepada Tribunnews.com dikutip Jum'at (17/11/2023).
Menurut Bivitri upaya dipermanenkannya MKMK sudah diamanatkan oleh UU MK Tahun 2020.
"Ada di Undang-Undang perubahan Undang-Undang MK tahun 2020. Itu Harusnya menjadi permanen," jelasnya.
Baca juga: Ketua MK Pastikan Para Hakim Akan Saling Mengingatkan Jika Ada Conflict of Interest dengan Perkara
Atas hal itu, ia menyebutkan menjadi pekerjaan rumah untuk Ketua MK yang baru yakni Suhartoyo.
"Iya menjadi PR untuk ketua MK yang baru," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo berjanji akan mempercepat pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen.
Hal ini ditegaskan Suhartoyo, dalam Sidang Pleno Pengucapan Sumpah jabatannya sebagai Ketua MK, Senin (13/11/2023).
Ia menilai, pembentukan MKMK permanen merupakan tuntutan serta harapan warga Indonesia.
"Seperti langkah pembuktian awal dari kami dan sesuai tuntutan dan harapan masyarakat, MK juga akan mempercepat pembentukan MKMK secara permanen," ucap Suhartoyo, dalam pidatonya, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.
Dikonfirmasi lebih lanjut usai proses pengucapan sumpah sebagai Ketua MK, Suhartoyo mengungkapkan alasan pembentukan MKMK secara permanen adalah karena merupakan amanat UU.
Adapun Suhartoyo menjelaskan, alasan tersendiri mengapa MKMK dibentuk untuk sementara alias ad hoc, dalam beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, penanganan laporan dugaan pelanggaran kode etik itu harus dilakukan secara cepat. Sehingga, Suhartoyo mengungkapkan, hal itu menunda pembentukan MKMK permanen yang sudah dikonsepkan sebelumnya.
Ia menjelaskan, anggota yang akan mengisi jajaran MKMK permanen nantinya kemungkinan berbeda dengan anggota MKMK yang menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, yang lalu.
Ia menegaskan, pembahasan soal anggota MKMK bakal dilakukan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Ini (pembentukan MKMK permanen) yang seharusnya segera direalisasi setelah masa tugas MKMK yang hari ini (MKMK ad hoc) sudah selesai sesuai penugasan," kata Suhartoyo.