Buka Penyidikan Korporasi Surya Darmadi, Kejaksaan Agung Periksa Eks Kadis Pertanahan Indragiri Hulu
Kejagung buka penyidikan korporasi kasus penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, 3 saksi diperiksa.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung membuka penyidikan korporasi kasus penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Secara perorangan, pemiliknya, Surya Darmadi telah divonis 16 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.
Kini, tim penyidik membuka penyidikan terkait korporasinya dan telah memeriksa tiga saksi.
"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 3 orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pelaksanaan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keteranganya, Selasa (21/11/2023).
Ketiga saksi yang diperiksa merupakan bekas pejabat pertanahan di Kabupaten Indragiri Hulu, yakni: BP selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2003, RA selaku Mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indragiri Hulu periode 24 Maret 2006 sampai dengan 21 Februari 2007, dan HS selaku Kepala ATR/ BPN Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2022.
Sayangnya pihak Kejaksaan Agung masih bungkam saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai peningkatan status perkara korporasi ini.
Hingga kini pun belum diumumkan tersangka dalam perkara korporasi Duta Palma ini.
Sedangkan terkait pemiliknya, Surya Darmadi secara perorangan telah dihukum 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 2,23 triliun oleh Mahkamah Agung.
"Tolak perbaikan.Pidana penjara 16 tahun, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, uang pengganti Rp 2,238 triliun, subsider 5 tahun penjara," bunyi keterangan pada situs MA, Selasa (19/9/2023).
Vonis penjara itu lebih berat dari vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni 15 tahun.
Adapun hukuman uang penggantinya, jauh lebih ringan dari sebelumnya, yakni Rp 40 triliun.