Firli Bahuri Tersangka Pemerasan, YLBHI: Bukti Bohongnya Narasi UU Baru Menguatkan KPK
Isnur pun menyebut hal ini merupakan cerminan dari ketidakmampuan Dewas KPK dalam tugasnya sebagai pengawas kerja pimpinan lembaga antirasuah.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan dengan ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan, membuktikan bahwa perubahan UU KPK Nomor 19/2019 yang dinarasikan memperkuat, ternyata merupakan kebohongan.
"Semakin jelas bahwa perubahan UU KPK dengan harapan memperkuat itu bohong," kata Isnur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti disiarkan Kompas TV, Kamis (23/11/2023).
Nyatanya kata Isnur, adanya rentetan aturan baru dalam UU KPK hasil revisi, termasuk pembentukan Dewan Pengawas KPK, ternyata tidak mampu mencegah kerusakan yang dilakukan oleh Firli Bahuri.
Baca juga: Fakta Firli Bahuri Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pemerasan: Didesak Segera Ditangkap hingga Respon SYL
Pembongkaran perilaku korup Firli lanjutnya, justru menggunakan cara yang berada di luar UU KPK, dalam hal ini pihak kepolisian.
Isnur pun menyebut hal ini merupakan cerminan dari ketidakmampuan Dewas KPK dalam tugasnya sebagai pengawas kerja pimpinan lembaga antirasuah.
"Ini bukti tidak mampunya Dewas, tidak mampunya Presiden Jokowi menjaga KPK. Butuh kepolisian mengungkapkan sampai akhirnya terlibat dengan pasal korupsi," kata dia.
Penetapan tersangka dugaan pemerasan terhadap Firli Bahuri pun menurut Isnur, bak membuktikan bahwa yang bersangkutan memang merupakan orang bermasalah sejak awal. Sekaligus membuktikan pesan dari koalisi masyarakat sipil dan para eks pegawai KPK pada tahun 2019 silam, bahwa Firli merupakan kuda troya di KPK.
Baca juga: Berduka Firli Bahuri Jadi Tersangka, Ketua Komisi III DPR Teringat Buku Robohnya Surau Kami
"Membuktikan bahwa Firli Bahuri adalah orang yang bermasalah sejak awal, sayangnya Presiden dan DPR memilih mengangkat dan mendiamkan kerusakan yang sekian lama terjadi," kata Isnur.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara dalam proses penyidikan.
Polisi menyatakan Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak.
Kasus ini berawal dari adanya pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan pada 12 Agustus 2023.
Selanjutnya, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah untuk memverifikasi aduan tersebut.
Pada 15 Agustus 2023 polisi menerbitkan surat perintah pulbaket sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan.
Pada 21 Agustus Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penyelidikan guna menemukan rangkaian peristiwa pidana yang menyeret Firli.
Serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak juga dilakukan mulai 24 Agustus 2023.
Penyidik akhirnya menaikkan status kasus pemerasan oleh Firli ke tingkat penyidikan.
Baca juga: Aksi Selebrasi usai Firli Jadi Tersangka Pemerasan SYL: Karangan Bunga Duka Cita hingga Cukur Gundul
Total 99 orang saksi dan ahli dengan rincian 91 saksi dan 8 orang ahli yang dimintai keterangannya selama proses penyidikan.
Ketua KPK, Firli Bahuri juga sudah diperiksa dalam proses penyidikan kasus tersebut yakni pada Selasa (24/10/2023) dan Kamis (16/11/2023).
Dua rumah milik Firli Bahuri ikutan digeledah pihak kepolisian pada 26 Oktober lalu.
Dua rumah tersebut beralamat di Jalan Kertanegara 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Perum Gardenia Villa Galaxy A2 Nomor 60, Kota Bekasi.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.