KPK Bakal Dakwa Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Terima Uang Korupsi untuk Pelesiran
Jaksa KPK telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung Hasbi Hasan ke Pengadilan Tipikor.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Status penahanan Hasbi Hasan pun beralih menjadi wewenang Pengadilan Tipikor.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya siap membuktikan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Hasbi Hasan.
Salah satu peruntukan uang korupsi yang diterima Hasbi Hasan ialah untuk pelesiran.
"Tim jaksa mendakwa dengan 2 dakwaan sekaligus yaitu penerimaan suap Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara di MA dan juga dakwaan penerimaan gratifikasi Rp630 juta untuk fasilitas menginap dan perjalanan wisata," kata Ali dalam keterangannya, Senin (27/11/2023).
Kata Ali, uraian utuh dakwaan dimaksud akan dibacakan setelah menerima penetapan hari sidang pertama.
Baca juga: Jaksa KPK Dakwa Dadan Tri Terima Suap Rp11,2 Miliar Bersama Hasbi Hasan
Sidang akan digelar secara terbuka.
Di sisi lain, dalam perkara terindikasi ada pihak-pihak yang mencoba melakukan modus penipuan dengan mengatasnamakan juru bicara KPK.
Modusnya adalah pegawai KPK dimaksud disebut bisa membantu mengurus perkara.
Baca juga: KPK Panggil Ketua PN Muara Enim Terkait Kasus Sekretaris MA Hasbi Hasan
"Sebelumnya, KPK telah beberapa kali mendapat Informasi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan sebagai pegawai KPK dan meminta sejumlah imbalan dengan menawarkan bisa mengurus perkara di KPK," kata Ali.
Jubir berlatar belakang jaksa ini pun meminta masyarakat agar berhati-hati.
"Kami tegaskan, bahwa sistem penanganan perkara di KPK dilakukan secara profesional dengan melibatkan penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan. Sehingga secara orang-per-orang tidak bisa mengatur suatu keputusan proses penanganan perkara," ujar Ali.