Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alexander Marwata Juga Benarkan Cerita Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi Tak Hentikan Kasus e-KTP

Wakil Ketua KPK 2015-2019 dan 2019-2024, Alexander Marwata, turut membenarkan cerita Ketua KPK 2015-2019, Agus Rahardjo, di stasiun televisi swasta.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Alexander Marwata Juga Benarkan Cerita Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi Tak Hentikan Kasus e-KTP
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan terkait penetapan Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Dalam keterangannya, KPK menghormati proses hukum terkait penetapan tersangka Ketua KPK Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya dan Firli Bahuri akan diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Ketua KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK 2015-2019 dan 2019-2024, Alexander Marwata, turut membenarkan cerita Ketua KPK 2015-2019, Agus Rahardjo, di stasiun televisi swasta.

Agus Rahardjo sebelumnya bercerita bahwa dirinya dimarahi Presiden Joko Widodo karena tidak menghentikan perkara korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR kala itu, Setya Novanto atau Setnov.

"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex, sapaan Alexander, saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023).

Kata Alex, setelah Agus bercerita demikian, titah Jokowi ditolak oleh pimpinan KPK.

Itu karena mereka telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik).

"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," katanya.

BERITA REKOMENDASI

Cerita Agus Rahardjo turut dibenarkan Wakil Ketua KPK 2015-2019 lainnya, Saut Situmorang.

Saut menyebut, Agus menceritakan peristiwa dimaksud saat pimpinan KPK hendak menggelar jumpa pers terkait penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.

"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah Pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahin (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu," kata Saut saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023).

Untuk diketahui, pada Jumat, 13 September 2019, tiga pimpinan KPK saat itu yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan KPK ke Presiden Jokowi.

Hal itu berkaitan dengan revisi UU KPK yang dinilai banyak pihak melemahkan kinerja pemberantasan korupsi

Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud. 

Namun, berbagai protes mereka tidak didengar hingga akhirnya perubahan kedua UU KPK disahkan.

Saut menduga sikap lima pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui Jokowi. 

Menurut Saut, tiga pimpinan KPK menyetujui penyidikan kasus tersebut sementara dua lainnya menolak.

"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang 2 siapa, yang 3 siapa. Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," kata Saut.

Saut mengapresiasi sikap bijak Agus yang melawan permintaan presiden untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP.

"Sebagai pimpinan, aku nilai dia (Agus Rahardjo) bijak lah dia ke sana (istana), tapi aku rasa dia punya feeling itu arahnya ke mana," tutur Saut.

"Kalau pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skorsnya dari 3-2. Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)," imbuhnya.

Sebelumnya, Agus mengungkapkan pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi. 

Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK.

Baca juga: Saut Situmorang Amini Cerita Agus Rahardjo yang Dimarahi Jokowi karena Tak Hentikan Kasus e-KTP

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. 

Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.

Pimpinan KPK, kata Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.

Respons Istana

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengaku telah mengecek pertemuan dimaksud, namun tidak ada dalam agenda presiden.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Ari melalui keterangan tertulis.

Ari enggan menjawab ihwal Jokowi meminta kasus e-KTP dihentikan. 

Ia meminta publik untuk melihat fakta di mana Setnov tetap diproses hukum.

Lebih lanjut, Ari turut mengomentari perihal pembahasan revisi UU KPK yang disinggung oleh Agus. 

Ia menjelaskan inisiator revisi tersebut adalah DPR bukan pemerintah.

"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," kata Ari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas