Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Istana Vs Eks Pimpinan KPK Soal Tudingan Intervensi Jokowi Minta Kasus e-KTP Dihentikan 

Saut Situmorang dan Alexander Marwatan benarkan curhat Agus Rahardjo dipanggil Jokowi ke Istana minta hentikan e-KTP, Kubu istana ngotot bantah.

Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Istana Vs Eks Pimpinan KPK Soal Tudingan Intervensi Jokowi Minta Kasus e-KTP Dihentikan 
Kolase foto Tribunnews
Kolase foto Presiden Jokowi dan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo (kanan), Saut Situmorang (kiri) dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Saut Situmorang dan Alexander Marwatan benarkan curhat Agus Rahardjo dipanggil Jokowi ke Istana minta hentikan kasus e-KTP, Kubu istana ngotot bantah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana Kepresidenan membantah tudingan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengintervensi dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) 2017 silam.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tak pernah ada pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Agus Rahardjo seperti yang diungkapkan oleh Ketua KPK Periode 2015-2019 itu.

Ari mengklaim telah memeriksa riwayat agenda pertemuan antara Jokowi dan Agus, sebagaimana disampaikan eks pimpinan lembaga antirasuah itu.

Menurut Ari, pertemuan seperti yang diceritakan Agus dalam wawancara di Kompas TV itu tidak ada dalam agenda atau tidak pernah terjadi.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Ari, Jumat (1/12).

Ari meminta publik melihat kenyataan yang terjadi. Ia menyebut buktinya proses hukum terhadap Setnov terus berjalan dan sudah diproses dengan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

Ia juga menekankan Presiden Jokowi pada 2017 lalu juga dengan tegas meminta agar Setnov mengikuti proses hukum di KPK.

Berita Rekomendasi

"Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," kata dia.

Di sisi lain, Ari juga menekankan bahwa Rancangan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang kemudian disahkan menjadi UU pada 17 September 2019 lalu itu merupakan beleid inisiatif legislatif dan bukan eksekutif.

"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," ujar Ari.

Baca juga: Fadli Zon Sayangkan Kesaksian Agus Raharjo Soal Kasus e-KTP: Kenapa Baru Ngomong Sekarang?

Hal itu disampaikan Ari mengingat Agus menduga revisi UU KPK pada 2019 lalu terjadi lantaran penolakannya atas perintah presiden terkait penghentian kasus e-KTP itu. Agus sebelumnya mengungkapkan, saat itu memang sudah ada upaya menjadikan KPK sebagai alat kekuasaan.

Namun demikian upaya tersebut menurutnya tidak berhasil karena saat itu KPK masih independen dan tidak berada di bawah area eksekutif atau di bawah presiden.

Agus Rahardjo dalam wawancaranya dalam program Rosi di Kompas TV mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi. Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas