Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM: Serangan ke Perempuan Pembela HAM Sering Berasal dari Keluarga 

Kekerasan tersebut, di antaranya kekerasan seksual dan serangan terhadap reputasi keperempuanannya yang terutama semakin meningkat dengan penggunaan

Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Komnas HAM: Serangan ke Perempuan Pembela HAM Sering Berasal dari Keluarga 
Youtube Komnas HAM RI
Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Atnike Nova Sigiro saat menyampaikan pidato kuncinya pada acara Konferensi Nasional Pembela HAM yang disiarkan secara luring di Bogor dan daring pada Kamis (7/12/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro mengatakan perempuan pembela hak asasi manusia (HAM) merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam persoalan pembelaan HAM.

Sama halnya dengan pembela HAM yang lain, kata dia, perempuan pembela HAM juga mengalami ancaman dan serangan. 

Akan tetapi, kata dia, perempuan pembela HAM berisiko mengalami kekerasan dalam bentuk-bentuk tertentu karena identitas gendernya. 

Hal tersebut disampaikan dalam pidato kuncinya pada acara Konferensi Nasional Pembela HAM yang disiarkan secara luring di Bogor dan daring pada Kamis (7/12/2023).

"Maka kekerasan atau prasangka yang dikenakan kepada perempuan pembela HAM pada umumnya adalah kekerasan berbasis gender," kata dia.

"Dan sering terjadi pelanggaran atau serangan terhadap perempuan pembela HAM berasal dari komunitas, dari keluarganya, dari kerabat, maupun masyarakat di mana  mereka tinggal, hidup, dan memperjuangkan hak asasi manusia," sambung dia.

Berita Rekomendasi

Perempuan pembela HAM, kata dia, juga mengalami kekerasan yang berbeda dengan pembela HAM pada umumnya.

Kekerasan tersebut, di antaranya kekerasan seksual dan serangan terhadap reputasi keperempuanannya yang terutama semakin meningkat dengan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menyerang atau merundung perempuan pembela HAM

Demikian pula, kata dia, pembela HAM dari kelompok marjinal dan minoritas lainnya. 

Mereka di antaranya pembela HAM penyandang disabilitas, pembela HAM dari kelompon masyarakat adat, dari kelompok minoritas, dari kelompok agama dan kepercayaan minoritas, dari orientasi seksual dan identitas gender minoritas, dari kelompok lanjut usia, anak-anak, pekerja migran, pengungsi, buruh, aktifis lingkungan, dan lainnya.

"Oleh sebab itu, kami perlu mengawal komitmen Pemerintah Indonesia di dalam Cycles of The Universal Periodic Review (UPR) yang keempat pada tahun ini yang berkomitmen untuk mengadopsi peraturan perundang-undangan dan menerapkan kebijakan komprehensif bagi perlindungan pembela HAM dan perempuan pembela HAM," kata dia.

"Termasuk pembela lingkungan, aktivis, jurnalis, dan lain sebagainya, dan mengadopsi kerangka hukum dan kebijakan komprehensif yang menyediakan mekanisme perlindungan preventif bagi pembela hak asasi manusia," sambung dia.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Kritik RUU DKJ: Gubernur Jakarta dapat Ditunjuk Presiden

Komnas HAM sendiri, kata dia, telah menerbitkan Peraturan Komnas HAM Nomor 5 tahum 2015 mengenai prosedur perlindungan terhadap pembela HAM

Selain itu, kata Atnike, Komnas HAM juga telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan Nomor 6 tentng Pembela HAM sebagai acuan dan penjelasan bagi para penyelenggara negara maupun masyarakat dalam upaya pemajuan dan perlindungan hak pembela HAM.

"Namun Komnas HAM tidak dapat berjalan sendiri. Pemajuan dan perlindungan terhadap pembela HAM memerlukan gerak bersama antara Komnas HAM dengan lembaga HAM lainnya seperti Komnas Perempuan, LPSK, KPAI, KND dengan akademisi, gerakan masyarakat sipil, dan tentu saja apabila negara juga turut hadir sebagai duty bearer dari hak asasi manusia," kata dia.

Melalui Konferensi Pembela HAM, ia berharap bahwa ruang diskusi dan kolaborasi antara berbagai aktor dan institusi antara pembela HAM akan membuahkan energi baru bagi pemajuan dan perlindungan pembela HAM yang secara langsung akan mendorong pula kondisi hak asasi manusia di Indonesia menjadi lebih baik.

Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi Peringatan Hari HAM dan Hari Anti Korupsi di kawasan Patung Kuda Monas, Kamis (7/12/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi Peringatan Hari HAM dan Hari Anti Korupsi di kawasan Patung Kuda Monas, Kamis (7/12/2023). (Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami)

Menutup pidatonya, ia mengutip pernyataan dari seorang aktifis Guatemala yang mengalami persekusi bernama Claudia Samayoa.

"Terjemahannya kurang lebih. Hak-hak yang kita nikmati pada hari ini, hak atas pekerjaan, turut serta di dalam politik, berbicara mengeluarkan pendapat, bersekolah, beragama, adalah hutang kita kepada para perempuan dan para pejuang HAM yang sudah bekerja lebih dulu dari kita," kata dia.

Baca juga: Firli Bahuri Belum Kunjung Ditahan Usai Jadi Tersangka, Mabes Polri: Mohon Dipahami

"Mereka adalah para pembela HAM yang mengalami penderitaan akibat perjuangan-perjuangan itu. Ribuan pembela HAM telah menempatkan hidup mereka dalam risiko untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kemaslahatan kita. Itulah sebabnya kita perlu juga turut melindungi mereka," sambung Atnike.

  

  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas