Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Simak! Tuai Pro dan Kontra, Inilah Hal-hal yang Diatur dalam RPP Kesehatan

RPP Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ternyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, tepatnya terkai

zoom-in Simak! Tuai Pro dan Kontra, Inilah Hal-hal yang Diatur dalam RPP Kesehatan
shutterstock
Ilustrasi Rancangan Undang-Undang. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ternyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, tepatnya terkait Pasal-Pasal Pengamanan Zat Adiktif yang terdapat di dalamnya. 

TRIBUNNEWS.COM - Salah satu polemik yang sedang ramai dibahas oleh berbagai pihak adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. RPP Kesehatan yang masih dalam tahapan pembahasan ini merupakan turunan dari Omnibus Law Kesehatan No. 17 Tahun 2023, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Meski bertujuan memberikan dampak positif bagi sektor kesehatan Indonesia, beberapa hal yang diatur dalam RPP kesehatan ternyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, tepatnya terkait Pasal-Pasal Pengamanan Zat Adiktif yang terdapat di dalamnya.

Penolakan atas pasal tembakau pada RPP Kesehatan telah disuarakan dari pelaku-pelaku usaha serta aktor-aktor penting di industri terkait, mulai dari petani, serikat pekerja, asosiasi industri, hingga industri kreatif dan periklanan.

Poin-poin RPP Kesehatan yang tuai kontroversi

Yang menjadi pertanyaan sekarang, mengapa regulasi yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat, justru menuai kontroversi dari berbagai pihak?

Jawabannya terletak pada poin-poin yang diusulkan dalam pasal pengamanan zat adiktif itu sendiri sebagaimana diketahui melalui draft yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan, di mana terdapat pelarangan total terhadap kegiatan-kegiatan yang akan berdampak langsung pada Industri Hasil Tembakau di Indonesia.

Secara garis besar, pembatasan dan larangan yang diusulkan dalam RPP Kesehatan diantaranya:

Berita Rekomendasi

1.     Pembatasan dan larangan Iklan serta promosi produk tembakau
RPP Kesehatan mengusulkan pembatasan dan larangan iklan serta promosi produk tembakau dalam berbagai bentuk dan media.

Dalam hal pelarangan, RPP Kesehatan juga melarang iklan produk tembakau lewat media elektronik yang menggunakan koneksi internet–misalnya lewat media sosial, serta iklan pada media luar ruang seperti billboard.

Tak hanya sampai di situ, RPP kesehatan juga melarang adanya iklan dan promosi serta pemajangan produk tembakau di tempat penjualan.

Di samping itu, draft ini juga membatasi iklan produk tembakau di televisi dan radio, yang waktu siarannya semula 21.30 - 05.00 menjadi 23.00 - 03.00.

2.     Larangan Sponsorship di Berbagai Jenis Acara
Usulan yang menuai kontroversi juga mencakup larangan sponsorship dari perusahaan tembakau di berbagai jenis acara, termasuk acara musik.

3.     Larangan Penjualan Produk Tembakau Secara Online
RPP Kesehatan juga merancang pelarangan penjualan produk tembakau secara online, baik melalui aplikasi atau situs e-commerce, maupun platform media sosial.

4.     Larangan Peliputan dan Publikasi Kegiatan CSR
Aturan lain yang menuai kontroversi adalah larangan peliputan dan publikasi kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan produk hasil tembakau. Dengan RPP Kesehatan ini, Kemenkes akan melarang peliputan dan publikasi kegiatan CSR dari perusahaan tembakau.

Dampak RPP Kesehatan pada sektor-sektor vital di Indonesia

Tak dapat dipungkiri bahwa implementasi RPP Kesehatan nantinya dapat berdampak negatif terhadap sejumlah industri dan sektor terkait di Indonesia, mulai dari sektor ketenagakerjaan, hingga industri kreatif.

Ancaman kerugian besar terhadap sejumlah subsektor industri kreatif ini juga disoroti oleh Direktur Industri Kreatif Kemenparekraf Syaifullah Agam.

"Bukan hanya dampak sosial atau kesehatan, tapi dampak pembatasan terhadap industri lain. Ini yang terdampak industri periklanan, TV, radio, media, dan lain-lain. Itu kan banyak tenaga kerja, jangan sampai ketika melarang akan memberikan efek lebih buruk kepada industri yang lain. Menurut saya perlu dipikirkan lagi, diajak ngobrol seluruh stakeholder, cari jalan tengah,” terang Syaifullah saat Diskusi Media[1]  dengan topik “Dampak Berbagai Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Produk Tembakau pada RPP Kesehatan Terhadap Industri Kreatif” di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Baca juga: Lindungi Petani Tembakau, Kementan Kaji Pasal Tembakau di RPP Kesehatan

Terpisah, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri juga mengkhawatirkan usulan-usulan yang terdapat dalam RPP Kesehatan ini bisa menyebabkan ketidakpastian usaha sehingga berdampak pengurangan pekerja di sektor terkait.

Data Kemenperin per 2019 menunjukkan bahwa IHT mampu menyerap 5,98 juta tenaga kerja, termasuk petani tembakau, petani cengkeh, pekerja di sektor perkebunan, manufaktur, distribusi, hingga pedagang/pengecer.

"Kami khawatir akan berdampak pada pengurangan pekerja. Kan itu hubungan yang jelas ya, kalau keberlangsungan terganggu, pekerja kami khawatirkan bisa berkurang," jelas Indah, Selasa (21/11/2023).

Kekhawatiran sejumlah pihak kementerian pada RPP Kesehatan ini juga makin masuk akal jika melihat tren pendapatan negara dari cukai rokok yang terus meningkat sejak 2011. Menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dikutip dari Katadata[2] , realisasi pendapatan dari cukai hasil tembakau (CHT) yang semula hanya Rp73,3 triliun pada 2011, melonjak tajam hingga Rp218,6 triliun pada 2022 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo menyebut akan terus mengawal pembahasan RPP Kesehatan ini.

“Tentunya kami dari Kemenperin terus mengawal pembahasan dari RPP Kesehatan ini dalam rangka menjaga iklim usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) agar tetap kondusif. Kami berusaha menempatkan kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi pada titik kesetimbangan yang tepat, agar dampak positif dapat diperoleh dan dampak negatif dapat dikendalikan dengan baik,” ucap Edy dikutip dari Kompas TV, Rabu (15/11/2023).

Baca juga: Kemenaker Minta Pembahasan RPP Kesehatan Perhatikan Kondisi Tenaga Kerja di Indonesia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas