Surya Paloh Dorong Masyarakat Gugat RUU DKJ, Dinilai Cederai Demokrasi dan Otonomi Daerah
Ketum NasDem, Surya Paloh, dorong masyarakat sipil pro-demokrasi gugat RUU DKJ selama ciderai demokrasi dan otonomi daerah.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Pravitri Retno W
Sementara saat ini, pemerintah sudah menetapkan Ibu Kota Negara mendatang tidak akan lagi di Jakarta, sehingga usulan RUU DKJ itu dinilai hanya membuat hak demokrasi warga Jakarta tercederai.
Atas hal itu, Ali menyebut NasDem menolak draft RUU DKJ tersebut termasuk juga para anggota DPR RI yang menjadi fraksi NasDem.
"Harusnya ketika itu (RUU) mau diberlakukan itu ketika ibu kota negara nya masih di Jakarta, supaya ada sinergitas antara presiden dengan gubernur, atau dijadikan salah satu menteri utama karena dia menjadi menteri membawahi DKI, karena dia supaya pembangunan ibu kota itu berkorelasi langsung bersinergi langsung dengan Presiden dengan pusat, itu rasional kami masih menerima."
"Ini kan sudah digantikan, Jakarta dipreteli bukan lagi ibu kota negara terus kemudian hak rakyat nya pun diambil, lah kan apa gak marah, pasti marah orang itu," kata dia.
Baca juga: Timnas AMIN: 6 Juta Warga Jakarta Wajib Tolak Usulan Gubernur Dipilih Presiden di RUU DKJ
Sebelumnya, RUU DKJ disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Sebanyak delapan fraksi setuju RUU itu untuk menjadi usul inisiatif DPR.
Sementara itu, hanya fraksi PKS yang menolak draf RUU DKJ itu disahkan menjadi beleid inisiatif DPR.
Penolakan tersebut, dilakukan perwakilan Fraksi PKS, Hermanto.
Dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ gubernur dan wakil gubernur yang dipilih hingga diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Pilkada.
"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian tertulis dalam pasal tersebut.
Selain itu, RUU DKJ turut mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
Kemudian, gubernur dan wakil gubernur dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Namun, ketentuan mengenai penunjukan hingga pemberhentian gubernur dan wakil gubernur itu diatur lewat aturan pelaksanaan, Peraturan Pemerintah (PP).