Saat Jokowi Soroti Pengungsi Rohingya, Sebut Terkait Perdagangan Orang
Jokowi angkat bicara terkait banyaknya pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait banyaknya pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.
Presiden menduga adanya keterlibatan jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam masuknya pengungsi Rohingya ke Indonesia.
"Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak yang masuk ke wilayah Indoensia terutama Provinsi Aceh. Terdapat dugaan kuat ada keterlibatan jaringan TPPO dalam arus pengungsian ini," kata Jokowi dalam pernyataan persnya, Jumat (8/12/2023).
Pemerintah Indonesia kata Jokowi akan menindak tegas pelaku TPPO tersebut.
Baca juga: Muhaimin Iskandar Minta Kedatangan Rohingya di Aceh Dihentikan: Membawa Ketidakstabilan di Sana
Meskipun demikian kata Jokowi, pemerintah Indonesia akan memberikan bantuan
kepada pengungsi.
"Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal," katanya.
Untuk menangani permasalahan pengungsi Rohingya, Jokowi mengatakan akan terus
berkoordinasi dengan organisasi internasional.
Sebelumnya Badan PBB untuk urusan Pengungsi UNHCR meminta Indonesia memberikan bantuan kepada 341 pengungsi Rohingya.
Saat ini, perahu ketiga yang membawa sekitar 200 pengungsi Rohingya belum
diizinkan untuk mendarat dan tetap berada di lepas pantai Aceh.
Padahal menurut UNHCR, mereka membutuhkan makanan, air, dan perhatian medis - termasuk sejumlah besar perempuan dan anak-anak.
"UNHCR sekali lagi meminta Indonesia untuk segera bertindak untuk memungkinkan
pendaratan dan menyediakan bantuan penyelamatan jiwa kepada individu-individu ini," ;
kata Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia Ann Maymann dalam keterangannya
beberapa waktu lalu.
UNHCR meminta agar kepedulian dan keramahan diberikan secara berkelanjutan untuk
mendukung pendaratan perahu lain yang mungkin akan datang, termasuk perahu
ketiga yang saat ini terombang ambing di lepas pantai Aceh.
"Dengan mengizinkan pendaratan aman kepada sekitar 341 pengungsi Rohingya, yang tiba dengan dua perahu terpisah antara tanggal 14 dan 15 November, Indonesia telah menunjukkan solidaritas dan jiwa kemanusiaan yang kuat," jelas Ann.
UNHCR dan para mitra telah berada di lokasi pendaratan, bekerja sama erat dengan
pihak berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka yang
telah mendarat, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.
UNHCR dan para mitra siap juga mendukung masyarakat dan pihak berwenang setempat untuk menanggapi kebutuhan mereka yang munkin mendarat di waktu mendatang.
Selain perahu yang saat ini masih dalam kesulitan, laporan menunjukkan bahwa
setidaknya satu perahu lain mungkin berada di laut.
Kemungkinan lebih banyak kapal akan berangkat dari Bangladesh dan Myanmar dalam waktu dekat, karena pengungsi Rohingya terus mencari keamanan dan perlindungan.
"Para pengungsi Rohingya sekali lagi mengambil risiko yang mempertaruhkan nyawa
dalam mencari solusi," kata dia.
Perjalanan berbahaya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki peluang dan yang
telah kehilangan harapan.
Saat krisis global semakin meningkat dan sumber daya kemanusiaan semakin berkurang, semua orang harus segera bertindak untuk menyelamatkan nyawa, dan juga segera memperluas solusi.
Lalu, bagaimana respons Indonesia?
Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) menyatakan, Indonesia tidak memiliki kewajiban
menampung pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951.
"Yang jelas Indonesia bukan Pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu
Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi,
apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu M Iqbal.
Ia menjelaskan, adapun pertolongan yang diberikan pemerintah Indonesia yaitu
penampungan itu semata-mata karena alasan kemanusiaan."Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," ungkap dia.
Lalu Iqbal menjelaskan bahwa dari penanganan selama ini teridentifikasi kebaikan
Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan
penyelundup manusia.
"People-smuggler yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak diantara mereka terindentifikasi korban TPPO," jelas Iqbal. (Tribun Network/fik/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.