Kaleidoskop 2023: Dua Menteri, Satu Wakil Menteri dan Ketua KPK Terjerat Kasus Korupsi
Menutup tahun 2023, berikut kasus korupsi hingga dugaan suap yang menjadi perhatian publik. 4 anak buah Jokowi terjerat.
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menutup tahun 2023, berikut kasus korupsi hingga dugaan suap yang menjadi perhatian publik.
Dari data yang diungkap Transparency International Indonesia (TII), indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di angka 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya.
Dengan angka tersebut Ranking Indonesia juga turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110.
Salah satu indikatornya adalah penegakan hukum anti korupsi belum terbukti efektif dalam mencegah dan memberantas korupsi.
Hal ini lantaran kerap ditemukan praktik korupsi di lembaga penegakan hukum.
Jenis korupsi suap, gratifikasi sampai konflik kepentingan antara politisi, pejabat publik, dan pelaku usaha masih lazim terjadi.
Bahkan politik uang yang masih marak jelang perhelatan pemilu ikut memicu terjadinya korupsi politik.
Berikut daftar pejabat negara yang terjerat kasus korupsi tahun 2023:
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Johnny G Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022.
Jhonny diduga menggunakan kewenangannya atas proyek menara BTS 4G sebagai pengguna anggaran dan posisinya sebagai menteri.
Eks Sekjen Partai NasDem itu tidak sendiri.
Dirinya bersama tersangka Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali (MA), Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH), kemudian, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak (GMS); dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (YS), secara bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum atau penyelewengan yang dilakukan untuk menguntungkan pihak tertentu.
Akibat perbuatan para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus korupsi proyek BTS ini menggelontorkan dana sebanyak sekitar Rp 10 triliun untuk pembangunan sebanyak delapan tower.
Proyek itu harusnya selesai pada Desember 2021 lalu.
Namun, kemudian Johnny meminta kelonggaran waktu hingga Maret 2022.
Divonis 15 tahun penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Johnny G Plate, dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan jika denda itu tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan 6 bulan," kata hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Rabu (8/11/2023).
Johnny G Plate juga diminta uang pengganti Rp 15,5 miliar dan harus diganti dalam tenggat waktu sebulan semenjak putusan dibacakan.
Jika tidak dapat mengganti uang pengganti, maka aset Johnny G Plate akan disita.
Baca juga: Jelang Sidang Vonis, Johnny G Plate Bungkam dan Selalu Tundukkan Kepala
Namun, jika tidak memiliki aset untuk melunasi uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana kurungan 2 tahun.
Vonis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa yaitu 15 tahun penjara.
Dakwaan Johnny G Plate
Jaksa mengungkapkan dalam dakwaannya bahwa kasus korupsi BTS 4G Kominfo ini berawal pada tahun 2020.
Jaksa mengatakan pada saat itu, Johnny bertemu Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak di salah satu hotel dan lapangan golf dalam rangka membahas proyek BTS 4G.
Pada saat itu, Johnny menyetujui penggunaan kontrak payuk proyek BTS 4G paket 1-5 dengan tujuan menggabungkan pekerjaan pembangunan dan operasional.
Jaksa mengungkapkan, Johnny kemudian memerintah Anag utnuk memberikan proyek power system dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G Paket 1-5 kepada Direktur PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.
Baca juga: Jelang Sidang Vonis, Johnny G Plate Bungkam dan Selalu Tundukkan Kepala
Kemudian, jaksa mengungkapkan Johnny telah menerima laporan poryek BTS terlambat hingga minus 40 persen dalam sejumlah rapat di tahun 2021 dan proyek ini dikategorikan sebagai kontrak kritis.
Hanya saja, jaksa mengatakan Johnny tetap setuju usulan Anang untuk membayar pekerjaan proyek BTS 4G ini sebanyak 100 persen dengan jaminan bank garansi.
Selain itu, sambung jaksa, diberikan pula perpanjangan pekerjaan sampai 31 Maret 2022 tanpa adanya perhitungan kemampuan penyelesaian proyek.
Selanjutnya, pada 18 Maret 2022, Johnny disebut oleh jaksa mendapat laporan bahwa proyek BTS 4G juga belum selesai.
2. Syahrul Yasin Limpo (SYL)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait dugaan korupsi.
Menurut hasil penyidikan KPK, Syahrul yang merupakan politikus Partai Nasdem melakukan pemerasan dalam jabatan, melakukan gratifikasi, serta pencucian uang di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Selain persoalan hukum, penanganan kasus itu oleh KPK juga disebut-sebut beraroma politis, lantaran dilakukan di tahun politik.
Di samping itu, Partai Nasdem merupakan pengusung bakal calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan dalam jumpa pers pada Rabu (11/10/2023) lalu, Syahrul diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Dugaan korupsi itu tercium berkat laporan dari masyarakat.
KPK kemudian memulai proses penyelidikan dengan meminta keterangan sejumlah orang dan mengumpulkan alat bukti.
Kemudian, Pejabat Sementara Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu mengatakan, terdapat 3 klaster dugaan korupsi di Kementan yang tengah diselidiki.
Dugaan kasus itu adalah penyalahgunaan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan negara, dugaan jual beli jabatan, hingga dugaan penerimaan gratifikasi.
Menurut Johanis, dugaan korupsi yang dilakukan Syahrul bermula ketika dia membuat kebijakan terkait kewajiban pungutan maupun setoran sejak 2020.
Kewajiban setoran itu, kata Johanis, ditujukan kepada aparatus sipil negara di internal Kementan.
Tujuan setoran itu, kata dia, buat memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarganya.
Johanis mengatakan, Syahrul kemudian memerintahkan Kasdi dan Hatta buat menarik setoran uang dari para pejabat eselon I dan II di Kementan yakni direktur jenderal, kepala badan, sampai sekretaris di setiap pejabat eselon I.
Bentuk setoran itu berupa tunai, transfer rekening bank, sampai gratifikasi berupa barang atau jasa.
Dari penyelidikan terungkap, sumber aliran dana setoran itu berasal dari pencairan anggaran Kementan yang sebelumnya sudah digelembungkan.
Selain itu, para pejabat yang dimintai setoran juga mendapatkan dana dari para vendor yang berhasil mendapatkan proyek di Kementan.
Nilai "upeti" buat Syahrul bervariasi, yakni mulai dari Rp 62.800.000 sampai Rp 156.720.000.
Duit itu disetor rutin setiap bulan kepada Syahrul.
Dengan demikian, total uang yang diterima Syahrul dalam kurun waktu 2020-2023 lebih kurang Rp 13,9 miliar.
Menurut Johanis, Syahrul, menggunakan duit setoran itu buat membayar cicilan kartu kredit dan cicilan kredit mobil Toyota Alphard.
KPK lantas menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan pada 5 Januari 2023.
Setelah itu, penyidik KPK melakukan gelar perkara bersama pimpinan dan memutuskan menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan.
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus itu terbit pada 26 September 2023.
Berselang 2 hari kemudian atau 28 September 2023, penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas menteri pertanian di kompleks Widya Chandra, serta kantor Kementan di Jakarta Selatan.
Ketika penggeledahan dilakukan, Syahrul sedang melakukan kunjungan kerja ke Spanyol dan Italia.
Meski sudah melakukan penggeledahan, saat itu KPK belum mengumumkan tersangka.
Akan tetapi, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut Syahrul sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Tak lama kemudian, Syahrul sempat dilaporkan hilang kontak.
Akan tetapi Partai Nasdem menyatakan Syahrul sedang berobat dan akan segera kembali ke Tanah Air.
Syahrul pulang pada 5 Oktober 2023.
Dia langsung menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan meminta izin buat mengundurkan diri dari posisi Mentan.
Baca juga: Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Koordinator MAKI Singgung Saksi Kunci Pertemuan Firli Bahuri dan SYL
Setelah itu, Syahrul menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dengan alasan ingin fokus menjalani proses hukum.
Tak lama kemudian, Johanis kemudian mengumumkan status tersangka Syahrul, Kasdi, dan Hatta.
“Menetapkan dan mengumumkan tersangka SYL, Menteri Pertanian Republik Indonesia periode 2019 s/d 2024, KS (Kasdi Subagyono), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian Republik Indonesia, MH (Muhammad Hatta), Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia,” ujar Johanis dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Rabu lalu.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo juga dijerat dengan Pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Syahrul sebenarnya dijadwalkan diperiksa pada Rabu lalu.
Namun, dia absen karena menjenguk ibunya, Nurhayati Yasin Limpo, di Sulawesi Selatan.
Menurut keterangan, Syahrul menyatakan akan hadir dalam pemeriksaan pada Jumat (13/10/2023).
Namun, penyidik KPK memutuskan menjemput paksa Syahrul dari sebuah apartemen di Jakarta Selatan pada Kamis (12/10/2023) petang.
Syahrul kemudian dibawa ke KPK dan diperiksa.
KPK lantas memutuskan menahan Syahrul yang mengenakan rompi tahanan buat kebutuhan penyidikan selama 20 hari pertama sampai 2 November 2023.
Penyidik KPK juga bakal menelusuri seluruh aliran dana dugaan korupsi dari Syahrul, termasuk kepada cucu, anak dan istrinya sampai Partai Nasdem.
3. Firli Bahuri
Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dugaan pemerasan itu terjadi saat KPK menangani perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2020-2023.
Perkara ini bermula pada 12 Agustus 2023, ketika Polda Metro menerima aduan masyarakat tentang dugaan pemerasan dalam penanganan kasus KPK di Kementerian Pertanian.
Meskipun demikian, kasus ini baru muncul pada awal Oktober lalu ketika SYL diumumkan sebagai tersangka oleh KPK.
Penetapan tersangka kepada Firli Bahuri dilakukan Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya usai melakukan gelar perkara, Rabu (22/11/2023).
Selain sangkaan pemerasan, Polda Metro Jaya juga menjerat Firli dengan pasal suap dan gratifikasi.
Dalam kasus ini, Firli dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
Ia terancam hukuman paling singkat empat tahun hingga seumur hidup.
Saat ini Firli masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk pemberhentian sementara dirinya dari KPK.
Hal itu sesuai Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang (UU) KPK mengatur komisioner KPK diberhentikan sementara jika menyandang status tersangka.
Sampai hari ini Firli Bahuri masih aktif bahkan diketahui mengikuti ekspose atau gelar perkara di KPK.
Keppres pemberhentian Firli akan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) malam ini.
Selain surat pemberhentian Firli sebagai Ketua KPK, Keppres tersebut juga berisi pengangkatan Ketua KPK sementara untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka penerimaan suap dan gratifikasi.
Kabar ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Alex menyebut penetapan tersangka terhadap Eddy sudah ditetapkan sejak dua minggu lalu.
"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu, dengan empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu, klir," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Lalu bagaimana duduk perkara kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Eddy hingga berujung penetapan tersangka oleh KPK?
Berawal dari Laporan IPW
Kasus ini berawal dari laporan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.
Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.
Baca juga: Kata Yasonna Laoly soal Wamenkumham Tersangka Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp7 M
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikemablikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng.
Eddy Sempat Klarifikasi, Sebut IPW Lakukan Fitnah
Terkait laporan ini, Eddy pun sempat melakukan klarifikasi dan menyebut IPW telah melakukan fitan kepadanya.
Kemudian, Eddy pun datang ke KPK untuk membantah seluruh laporan IPW dengan membawa bukti.
“Atas inisiatif kami sendiri, kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” kata Eddy pada 20 Maret 2023 lalu dikutip dari Kompas.com.
Namun, Eddy justru tidak melaporkan IPW mesti menurutnya laporan kepadanya adalah fitnah.
Hal tersebut lantaran IPW merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sedang menjalankan tugas sebagai watchdog.
“Kalau pejabat itu diadukan yang harus dilakukan itu bukan malah lapor balik ke Bareskrim tetapi melakukan klarifikasi ya,” jelas Eddy. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.