Dampak Konflik Laut Merah: Pengamat Maritim Soroti Ancaman Krisis Pangan dan Energi Global
Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengatakan apapun bentuk tindak serangan dari kelompok Houthi tidak dapat dibenarkan, apalagi hal tersebut dilakukan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agresi pasukan Israel ke Negara Palestina yang telah berlangsung sejak 7 Oktober 2023 lalu berefek luas.
Kelompok Houthi Yaman, sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan Palestina, menyerang kapal-kapal milik Israel atau yang mendukung tindakan Israel dan sedang bernavigasi di seputaran Laut Merah.
Kondisi tersebut disikapi oleh Amerika Serikat (sekutu terdekat Israel) dengan membentuk satgas untuk mengamankan Laut Merah dari serangan Houthi
Kelompok Houthi telah melancarkan serangan drone, rudal dan kapal sejak Oktober.
Serangan menargetkan apa yang mereka katakan sebagai kapal-kapal yang terkait dengan atau berlayar menuju Israel.
Kelompok militan itu mengatakan mereka bertindak demikian sebagai solidaritas dengan rakyat Palestina di Gaza.
Dalam tindakan terakhirnya, lebih dari 20 drone dan rudal yang diluncurkan oleh Kelompok Houthi di Laut Merah.
Dalam laporan AFP, kapal perusak Inggris, HMS Diamond, dan kapal perang AS telah menembak jatuh lebih dari 20 drone dan rudal yang diluncurkan oleh Houthi di Laut Merah.
Menanggapi situasi tersebut, Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), DR. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT, M.Mar mengatakan apapun bentuk tindak serangan dari kelompok Houthi tidak dapat dibenarkan, apalagi hal tersebut dilakukan di jalur pelayaran Internasional.
"Serangan Houthi menjadi ancaman serius bagi perdagangan bebas internasional dan keamanan maritim. Bisa dibayangkan kalau tindakan tersebut kemudian ditiru oleh kelompok-kelompok lainnya di seluruh dunia?” kata DR. Marcellus Hakeng atau biasa dipanggil Capt. Hakeng dalam keterangan pers kepada media, Jumat (12/1/2024) di Jakarta.
Menurut dia, tindakan ilegal dari kelompok Houthi ini membahayakan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar dan tentu saja mengancam ribuan nyawa pelaut di kapal yang tidak terkait dengan konflik kedua negara tersebut.
"Bahkan pemilik kapal akan mengalami kerugian yang besar bila kapal tersebut sampai hancur. Pihak asuransi sendiri dalam pengamatan saya telah menaikkan premi asuransi bagi kapal-kapal yang hendak melewati wilayah tersebut sebagai imbas ketegangan yang meningkat," kata dia.
Di lain pihak, patut diduga pihak Perusahaan Pelayaran akan mengalami kesulitan dalam melakukan klaim asuransi karena situasi force majeure (overmacht) yang terjadi.
Apabila Laut Merah terblokade dalam waktu lama, pelayaran yang melalui Terusan Suez akan ikut terganggu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.