Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Tujuan Terkait

Indonesia Dinilai Masih Kesulitan dalam Tata Kelola Kebijakan Pangan

Anggota Sekretaris Wantimpres, Jan Prince, menyoroti Indonesia yang masih kesulitan dalam hal tata kelola kebijakan pangan.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Indonesia Dinilai Masih Kesulitan dalam Tata Kelola Kebijakan Pangan
Ist
Talkshow peluncuran kajian kedua Nexus EcoSTEAM berjudul 'STEAM di tengah Misi Ekuilibrium: Inovasi Holistik untuk Meretas Masa Depan', di Jakarta, pada Minggu (21/1/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan ketidaksetaraan sosial menjadi tantangan global yang dinilai butuh direspons.

Anggota Sekretaris Wantimpres, Jan Prince, menyoroti Indonesia yang masih kesulitan dalam hal tata kelola kebijakan pangan.

Jan mengatakan, kesulitan tersebut terkait mekanisme kerja Badan Pangan yang terhambat karena alur birokrasi yang kompleks.

“Meskipun beberapa negara telah berhasil menyelesaikan permasalahan tata kelola kebijakan pangan, Indonesia masih mengalami kesulitan, khususnya terkait kendala dalam mekanisme kerja Badan Pangan yang terhambat oleh birokrasi yang kompleks," kata Jan, dalam talkshow peluncuran kajian kedua Nexus EcoSTEAM berjudul 'STEAM di tengah Misi Ekuilibrium: Inovasi Holistik untuk Meretas Masa Depan', di Jakarta, pada Minggu (21/1/2024).

Ia menekankan, pentingnya ketahanan sektor produksi pertanian dan pangan di suatu negara sebagai fondasi untuk mencapai status negara maju.

"Sebagai catatan, ketahanan suatu negara dalam sektor produksi pertanian dan pangan menjadi fondasi yang tak terpisahkan untuk mencapai status negara maju," ujar Jan Prince.

BERITA REKOMENDASI

Oleh karena itu, Jan meyakini, calon presiden Indonesia di masa yang akan datang memiliki tugas krusial, sebab mesti mendorong dan memimpin implementasi berbagai kebijakan yang mendukung kemandirian pangan Indonesia.

Sementara itu, Nathan, CEO Nafas menyoroti persoalan lingkungan yang kini dialami Indonesia khususnya polusi. 

"Permasalahan yang tidak terdesentralisasi antar daerah sehingga kebijakan terkait penyelesaian Polusi Udara tidak memiliki sistem yang terpadu. Proses pengambilan keputusannya pun tidak diahului Source of Truth. Padahal persoalan ini sebetulnya dapat menjadi akar dari berbagai penyakit," ucapnya.

Sehingga, Nathan berharap dengan makin banyaknya pihak yang turut andil dalam persoalan udara ini dapat mengurangi buruknya PM2,5 yang dihasilkan sambil menjadi mitra positif bagi pemerintah.

Sebagai informasi, Nexus EcoSTEAM, sebuah think-thank yang berkomitmen mendorong kemajuan Indonesia yang berkelanjutan melalui pendekatan STEAM (science, technology, engineering, art, and mathematic) menekankan pentingnya menyeimbangkan laju kemajuan dan upaya keberlanjutan yang ingin dicapai. 

Melalui kajian yang mereka susun, proses penerapan kebijakan kedepannya diharapkan dapat dilakukan berlandaskan pada kerangka Triple Bottom Line dengan pendekatan STEAM. 

Langkah tersebut dinilai sebagai strategi penting dalam merespons tantangan global terkait perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan ketidaksetaraan sosial. 

STEAM dapat menjadi tools dan framework yang paripurna untuk menerjemahkan permasalahan dan tantangan kompleks yang dihadapi di dunia saat ini yang masuk ke era VUCA (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas).

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas