Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Melki BEM UI Ajukan Surat Keberatan, Akui Hanya Diperiksa Satu Kali, Sebut Ada Kejanggalan

Ketua BEM UI nonaktif Melki Sedek Huang, merasa keberatan dengan keputusan Rektor UI yang menyatakan dirinya bersalah melakukan kekerasan seksual. 

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Melki BEM UI Ajukan Surat Keberatan, Akui Hanya Diperiksa Satu Kali, Sebut Ada Kejanggalan
dok. Kompas
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) nonaktif, Melki Sedek Huang - Ketua BEM UI nonaktif Melki Sedek Huang, merasa keberatan atas keputusan Rektor UI yang menyatakan dirinya bersalah melakukan kekerasan seksual.  

"Maka, oleh karena minimnya transparansi, adanya kejanggalan, dan juga keputusan yang tidak adil, melalui surat ini, saya ajukan proses yang legal, yaitu pemeriksaan ulang atas kasus ini," katanya. 

Berikut ini adalah isi lengkap surat keberatan yang diajukan Melki.

Surat Keberatan dan Pengajuan Pemeriksaan Ulang

Sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 yang memutuskan bahwa saya bersalah dan diberikan sanksi administratif atas laporan kekerasan seksual yang ditujukan atas nama saya, maka melalui surat ini saya menyampaikan keberatan atas Keputusan Rektor UI tersebut.

Alasan-alasan penyampaian keberatan ini adalah sebagai berikut:

1. TRANSPARANSI

Sepanjang proses investigasi di Satgas PPKS UI yang sudah berlangsung selama kurang lebih sebulan, saya hanya dipanggil oleh Satgas PPKS UI sebanyak satu (1) kali untuk dimintakan keterangan atas kasus yang ditujukan pada saya. Sehingga saya tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses investigasi yang ada di dalam Satgas PPKS UI hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 pada 29 Januari 2024 lalu; Sepanjang proses investigasi, saya tidak pernah melihat dan diberikan berkas investigasi apa pun, termasuk catatan hasil investigasi, dan juga bukti-bukti yang ada dalam investigasi.

Berita Rekomendasi

Saya hanya dikirimkan Keputusan Rektor yang memutus saya bersalah dan memberikan sanksi tanpa adanya penjelasan apa pun. Bahkan saya tidak pernah sekali pun diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.

2. ADANYA KEJANGGALAN

Setelah pemanggilan saya yang pertama pada 22 Desember 2023 lalu, saya selalu mengharapkan adanya pemanggilan lanjutan ataupun informasi yang diberikan mengenai perkembangan proses investigasi. Nyatanya, saya tidak pernah sekali pun mendapatkan pemanggilan lagi. Sehingga, tidak ada ruang sedikit pun bagi saya untuk menyampaikan
keterangan terbarukan, menyampaikan bukti-bukti, dan bahkan tak pernah sekali pun saya
diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.

Saya mengerti bahwa ada sensitivitas yang besar dalam kasus ini sehingga diperlukan proses-proses yang tak bisa ditempuh secara terbuka. Akan tetapi, sebagai tertuduh, bukankah saya seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil? Setidaknya informasi ini pun sangat penting bagi saya dan keluarga yang selalu bertanya-tanya.

Saya pun mengerti bahwa perspektif korban adalah hal yang penting sehingga kita wajib untuk menghormati hak-hak juga nama baik korban. Namun bukankah saya pun memiliki hak dan nama baik? Selama proses yang ada, saya merasa tak mendapatkan hak-hak tersebut, terlebih dalam hak untuk tidak dianggap bersalah sampai hadir putusan yang sah.

Menyebarnya kasus, dokumen-dokumen, dan kabar-kabar tentang kasus ini sejak awal adalah masalah yang membuat saya tak mendapatkan hak-hak tersebut.

3. UPAYA LANJUTAN

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas