KPK Temukan Bukti Catatan Proyek dan Uang Miliaran Rupiah di Rumah Mantan Ketua FOCI Hanan Supangkat
Ali mengungkapkan, tim penyidik berhasil menemukan sejumlah bukti yang disinyalir berkaitan dengan perkara dugaan pencucian uang SYL.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah bos PT Mulia Knitting Factory Hanan Supangkat di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (6/3/2024).
Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) itu sebelumnya pernah diperiksa sebagai saksi KPK untuk mengusut kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca juga: Fakta-Fakta KPK Geledah Rumah Hanan Supangkat dalam Kasus TPPU SYL, 4 Koper Dibawa Keluar
"Rabu (6/3), tim penyidik telah melaksanakan kegiatan penggeledahan di rumah salah satu saksi yang pernah diperiksa dalam perkara dengan tersangka SYL dengan berlokasi di wilayah Kota Jakarta Barat," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/3/2024).
Ali mengungkapkan, tim penyidik berhasil menemukan sejumlah bukti yang disinyalir berkaitan dengan perkara dugaan pencucian uang SYL.
Bukti dimaksud yakni sejumlah dokumen catatan proyek di Kementerian Pertanian (Kementan) hingga uang pecahan rupiah dan valas yang nilainya miliran rupiah.
Baca juga: Usut Pencucian Uang Syahrul Yasin Limpo, KPK Bakal Periksa Mantan Ketua FOCI Jumat Lusa
"Dalam kegiatan ini, ditemukan adanya sejumlah dokumen berupa berbagai catatan pekerjaan proyek di Kementan RI dan bukti elektronik," ungkap Ali.
"Diperoleh pula uang dalam bentuk tunai rupiah dan valas dengan besaran sekitar belasan miliar rupiah yang diduga ada kaitan langsung dengan perkara ini," imbuhnya.
Ali mengatakan, semua bukti itu akan dianalisa dan dilakukan penyitaan.
Hanan Supangkat sebelumnya diperiksa KPK sebagai saksi pada Jumat (1/3/2024).
Waktu itu, penyidik KPK menyelisik komunikasi antara Direktur dari merek pakaian Rider tersebut dengan SYL.
Selain komunikasi dengan SYL, tim penyidik juga menyelisik dugaan adanya proyek Hanan Supangkat di Kementerian Pertanian.
"Benar, saksi Hanan S. (1/3) telah hadir memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara TPPU SYL," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait komunikasi antara saksi dengan SYL dan juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaannya di Kementan," lanjut Ali.
Ali mengatakan, keterangan Hanan memperjelas dugaan perbuatan rasuah SYL.
Saat ini tim penyidik KPK masih terus melengkapi semua informasi terkait pembuktian dugaan TPPU SYL.
Baca juga: KPK Dalami Komunikasi SYL dengan Hanan Supangkat, Termasuk Proyek di Kementerian Pertanian
KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka TPPU berkat pengembangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Dalam perkara pemerasan dan gratifikasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa SYL.
Politikus Partai NasDem itu didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.
Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Muhammad Hatta dulunya merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.
Sementara Kasdi Subagyono menjadi Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL karena "tidak sejalan".
"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," ujar Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
Sejak menjabat sebagai menteri, SYL mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus), Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto (ajudan) untuk melakukan pengumpulan "uang patungan" atau "sharing" dari para pejabat eselon I di Kementan RI.
Uang itu disebut untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.
Selain itu, SYL juga menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.
"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," kata jaksa.
Jaksa mengungkapkan uang puluhan miliar tersebut di antaranya untuk kepentingan istri dan keluarga SYL; kado undangan; Partai NasDem; acara keagamaan; charter pesawat; bantuan bencana alam atau sembako; keperluan ke luar negeri; umrah; dan kurban.
SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Gratifikasi
SYL bersama Kasdi dan Hatta juga didakwa menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK, uraian mengenai delik gratifikasi sama dengan kasus dugaan pemerasan.
SYK dkk tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja.
"Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor," tutur jaksa.
Atas perbuatan ini, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.