Reza Indragiri Tak Sepakat Sebutan Bunuh Diri Satu Keluarga Loncat dari Apartemen di Penjaringan
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara soal peristiwa empat orang satu keluarga tewas karena melompat dari lantai 22
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara soal peristiwa empat orang satu keluarga tewas karena melompat dari lantai 22 sebuah apartemen di Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut), Sabtu (9/3/20224).
Dari pendalaman dan penyelidikan polisi keempatnya diduga melakukan bunuh diri.
Para korban adalah suami dan istri EA (51) dan AIL (52) serta dua anak mereka JIL (15) dan JW (13).
Menurut polisi para korban mengalami luka di bagian kepala belakang hingga patah tangan dan kaki.
Terkait hal itu, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengaku tidak sepakat jika disebut bahwa keempat korban yang sekeluarga melakukan bunuh diri.
"Saya tidak sepakat dengan sebutan itu," kata Reza dalam keterangan yang diterima, Senin (11/3/2024).
Menurut Reza wajib ada alasan khusus jika disebut keempatnya bunuh diri bersama-sama.
"Empat orang yang terjun dari atap apartemen itu baru bisa dikatakan bunuh diri sekeluarga (bersama-sama), hanya jika bisa dipastikan bahwa pada masing-masing orang tersebut ada kehendak dan antarmereka ada kesepakatan (konsensual) untuk melakukan perbuatan sedemikian rupa," papar Reza.
"Namun, ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak," kata Reza.
Menurutnya kedua anak tidak bisa disebut berkehendak dan bersepakat.
"Implikasinya, anggapan bahwa anak-anak berkehendak dan bersepakat, dalam peristiwa semacam ini serta-merta gugur. Dalam situasi apa pun, anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuannya bagi aksi bunuh diri," ujar Reza.
Reza menjelaskan hal ini dengan menganalogikan kedudukan anak dalam aktivitas seksual.
Dari sudut pandang hukum, kata Reza, anak-anak yang terlibat dalam aktivitas seksual harus selalu didudukkan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas seksual.
"Siapa pun orang yang melakukan aktivitas seksual dengan anak-anak secara universal selalu diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual. Anak-anak secara otomatis berstatus korban," kata Reza.