Sejak 2009 Tak Kunjung Disahkan, DPR Diminta Sahkan RUU Masyarakat Adat
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menggelar sidang gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan komunitas Masyarakat Adat kepada Presiden
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar sidang gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan komunitas Masyarakat Adat kepada Presiden dan DPR RI di PTUN Jakarta.
Sidang ini digelar di Gedung PTUN Jakarta, Jl A Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis ( 14/3/2024).
Adapun agenda sidangnya adalah mendengarkan keterangan saksi dari para pihak penggungat dalam hal ini pihak AMAN dan komunitas Masyarakat Adat serta bukti surat tambahan dari para pihak.
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan karena Presiden dan DPR RI telah melakukan pengabaian kewajiban konstitusionalnya untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
"RUU Masyarakat Adat telah diajukan oleh AMAN sejak tahun 2009, hingga kini tak kunjung disahkan menjadi Undang-Undang (UU)," kata Rukka Sombolinggi.
Rukka Sombolinggi menegaskan, DPR masih memiliki banyak waktu untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat tersesbut. Pasalnya, masa kerja DPR periode 2019-2024 sampai bulan Oktober mendatang.
"Kalau kita lihat dari yang situasi sekarang sebenarnya DPR masih mempunyai waktu panjang. DPR masih sampai bulan oktober, demikian juga dengan pemerimntah. Kalau serius mestinya bisa," ujarnya.
Rukka Sombolinggi tak menampik bahwa RUU Masyarakat Adat tersebut ditolak oleh dua fraksi besar di DPR. Dua fraksi tersebut adalah PDIP dan Golkar. Namun ia menuturkan bahwa RUU Masyarakat Adat tersebut sudah ada di meja Ketua DPR.
"Tapi ini masih tertahan di mejanya Ketua DPR yaitu Ibu Puan Maharani," tuturnya.
Masih kata Rukka Sombolinggi, RUU Masyarakat Adat merupakan RUU yang lahir dari tuntutan masyarakat, dari rakyatm dari kampung dan ini juga merupakan RUU yang dikonsultasikan secara sangat luas.
"Mulai dari kampung-kampung didiskusikan, mulai dari kongres didiskusikan, mulai dari pertmuan masyarakat adat di organisasi dan juga di kalangan masyarakat sipil dan akademisi," ujarnya.
Menurutnya, ketiadaan payung hukum yang mengakui dan melindungi Masyarakat Adat, telah berdampak buruk bagi komunitas-komunitas Masyarakat Adat di seluruh Nusantara.
AMAN mencatat sejak tahun 2014, telah terjadi 301 kasus perampasan wilayah adat seluas 8,4 juta hektar, dan 678 Masyarakat Adat dikriminalisasi karena mempertahankan wilayah adat.
Sementara itu, mantan Sekjen AMAN Abdon Nababan yang menjadi salah satu saksi di persidangan PTUN Jakarta menyebutkan persoalan (RUU) sebenarnya tidak terlalu sulit karena substansinya sudah selesai.
"Sudah ada naskah akademiknya dan bisa segera disahkan, bila pimpinan DPR mau," ujarnya.
Baca juga: Gibran: RUU Masyarakat Adat Wajib Disahkan Agar Tanah Adat Tidak Lagi Dirampas
Menurut dia, gugatan ke PTUN merupakan "calling" bagi pemerintah dan DPR yang sudah berjanji untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat adat.
Abdon mengatakan RUU ini merupakan janji Jokowi 10 tahun lalu. "Jokowi janji merealisasikan. Ini (RUU) sama dengan 12 juta suara pemilih," tutur Abdon.