Koordinasi Pusat dan Daerah Jadi Sorotan Terkait Izin Pendirian Rumah Ibadah
Persoalan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) menjadi permasalahan yang kerap terjadi terkait pendirian rumah ibadah.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi permasalahan yang kerap terjadi terkait pendirian rumah ibadah.
Beberapa kasus terkait persoalan IMB terjadi pada Gereja Kristen Pasundan (GKP) Bandung, Jawa Barat; Masjid Jabal Nur, Manado, Sulawesi Utara; Mushalla Assafiiyah Denpasar, Bali; dan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu, DKI Jakarta.
Dalam kenyataannya, persoalan pendirian rumah ibadah tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di berbagai negara lain.
Hal ini merupakan dampak dari globalisasi yang menyebabkan mobilitas masyarakat yang dinamis sehingga membuat berbagai kebudayaan dan keyakinan berinteraksi di suatu tempat.
Terkait hal tersebut Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center For Public Policy Research(TII), Arfianto Purbolaksono mengatakan persoalan izin pendirian rumah ibadah terjadi karena belum sinerginya antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Arfianto mengatakan, berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh TII, yang mengangkat judul “Evaluasi Syarat Pendirian Rumah Ibadah pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (PBM 2006) untuk Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia”, masih terdapat permasalahan dalam implementasi PBM 2006 yang diselenggarakan pemerintah daerah.
Berdasarkan pantauan media yang dilakukan The Indonesian Institute, dari periode bulan Januari 2023 sampai dengan Januari 2024, terjadi 15 kasus terkait dengan pendirian rumah ibadah yaitu di Provinsi DI Yogyakarta (1 kasus), Provinsi Lampung (1 kasus), Provinsi Sumatera Selatan (1 kasus), Provinsi Jawa Timur (1 kasus), Provinsi Jawa Barat (3 kasus), Provinsi Nusa Tenggara Barat (1 kasus), Provinsi DKI Jakarta (1 kasus), Provinsi Jawa Tengah (1 kasus), Provinsi Kep. Riau (1 kasus), Provinsi Riau (1 kasus), Provinsi Kalimantan Timur (1 kasus), Provinsi Sumatera Utara (1 kasus), dan Provinsi Sumatera Barat (1 kasus).
“Kondisi ini tentunya membutuhkan perhatian dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Apalagi pemerintah pusat, dalam hal ini dua kementerian tersebut, memiliki kewenangan dalam melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam implementasi PBM 2006," kata Arfianto dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin(18/32024).
Anto sapaan akrabnya juga mengungkapkan bahwa penelitian ini juga menghasilkan beberapa poin rekomendasi kebijakan, yaitu: pertama, mendorong penafsiran dan pelaksanaan PBM yang berbasis pemenuhan perlindungan hak atas kebebasan dan berkeyakinan. Kedua, merevisi persyaratan izin pendirian rumah ibadat yang diskriminatif dan multitafsir. Ketiga, membuat mekanisme penyelesaian sengketa yang komprehensif dengan hasil yang mengikat.
Keempat, meningkatkan perspektif HAM bagi aparat kepolisian dan TNI. Kelima, meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberagaman dan toleransi.
Keenam, mengoptimalkan kinerja FKUB dengan dukungan sumber daya memadai. Kemudian ketujuh, melakukan kolaborasi multi pihak untuk mendukung pemenuhan perlindungan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Baca juga: Caleg Eks Napi Korupsi Diminta Buat Pernyataan di Alat Peraga Kampanye Luring dan Daring
“Diharapkan rekomendasi kebijakan ini dapat menjadi masukan bagi pemangku kebijakan untuk mendorong penataan pengaturan pendirian rumah ibadah yang berbasis pemenuhan dan penjaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan semangat toleransi dan menghargai kebhinekaan.” kata Anto. (Willy Widianto)