VIDEO Calon Menteri dan Wakil Menteri Capai 107 Orang, Pakar Hukum Sebut Pemborosan Anggaran
Bivitri Susanti menilai gemuknya kabinet pemerintah Prabowo-Gibran Rakabuming Raka bakal membuat pemborosan anggaran.
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil 49 tokoh untuk menjadi Calon Menteri dan 59 Wakil Menteri dan kepala badan di pemerintahannya mendatang.
Sebanyak 107 tokoh tersebut dipanggil ke kediaman Prabowo pada Senin (14/10/2024) untuk para calon menteri dan pada Selasa (15/10/2024) untuk para calon wakil menteri dan lembaga.
Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai gemuknya kabinet pemerintah Prabowo-Gibran Rakabuming Raka bakal membuat pemborosan anggaran.
Sebanyak 107 tokoh yang akan mengisi posisi menteri, wakil menteri dan kepala badan di era pemerintahan Prabowo tersebut datang dari berbagai latar belakang.
Ada sejumlah politisi, para petinggi partai, tokoh profesional hingga para figur publik.
Pun ada menteri-menteri di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan kembali menjadi menteri di pemerintahan Prabowo.
Gemuknya kabinet Prabowo ini tentunya untuk mengakomodir rencana Prabowo yang akan memecah sejumlah kementerian dan juga banyaknya partai politik yang mengusungnya di Pilpres 2024.
Bivitri Susanti menilai gemuknya kabinet pemerintah Prabowo bakal timbulkan banyak permasalahan.
Ia menerangkan bakal terjadi banyak permasalahan, dengan banyaknya jumlah kabinet menteri di pemerintahan.
"Menurut saya nggak bagus (Kabinet gemuk) karena keberhasilan suatu pemerintahan tidak tergantung pada kuantitas menteri," kata Bivitri kepada Tribun di Jakarta, Selasa (5/10).
Selain itu menurut Bivitri dengan membuat Kementerian baru dan membongkar kementerian butuh waktu yang lama untuk jadi stabil, minimal dua tahun.
Kemudian dikatakan Bivitri, banyaknya jumlah menteri juga akan memerlukan banyak anggaran.
"Nambah Kementerian pasti nambah anggaran yang banyak padahal kita lagi kayak gini situasinya," tandasnya.
Sementara itu Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menyatakan penambahan jumlah kementerian tersebut tidak menjamin hadirnya kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat jika tidak diikuti oleh pembenahan dalam proses pembuatan kebijakan yang baik.