Anggaran Bansos 2024 Melonjak Tinggi, Padahal Inflasi Turun dan El Nino Terkendali
Profesor Didin S Damanhuri mengkritik lonjakan nilai Bansos padahal angka kemiskinan turun, inflasi di bawah 3 persen dan dampak El Nino berkurang.
Penulis: Yulis
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Didin S Damanhuri menyebut terjadi lonjakan nilai bansos padahal angka kemiskinan turun, inflasi terkendali di bawah 3 persen dan dampak El Nino berkurang.
Dia menyampaikan hal itu saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024) di Jakarta dengan pemohon paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Didin S Damanhuri mempertanyakan tujuan pemerintah meningkatkan anggaran bansos pada awal tahun 2024, padahal angka kemiskinan dan inflasi cenderung turun, dan dampak El Nino mulai berakhir pada November 2023.
Padahal, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati alasan menaikkan volume bansos adalah untuk menjaga inflasi dan menanggulangi dampak El Nino.
Bansos merupakan skema Bank Dunia, yakni jaring pengaman sosial yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya agar rakyat tidak makin miskin, atau yang nyaris miskin tidak masuk kategori miskin.
Bansos merupakan bantuan dari pemerintah saat krisis seperti pada tahun 1998, 2008, dan pandemi Covid-19. Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nilai bansos yang digulirkan cenderung meningkat.
Normalnya, ujar Didin, nilai bansos akan menurun sesuai kondisi perekonomian yang membaik. Layaknya, tahun 2020 hingga 2023 ada penurunan, tiba-tiba tahun 2024 melonjak jumlahnya nyaris Rp500 triliun atau tepatnya Rp496,8 triliun.
Jumlah ini ditambah automatic adjustment sekitar Rp50 triliun, sehingga total lebih dari Rp500 triliun. “Ini adalah jumlah penggelontotan bansos tak berpreseden sejak 1998 atau sepanjang sejarah,” ujarnya.
Dijelaskan, pada Februari 2024 pemerintah menggelontorkan bansos uang tunai sebesar Rp600 ribu.
Baca juga: Romo Magnis di Sidang MK: Aksi Presiden Bagi-bagi Bansos Merupakan Pencurian & Melanggar Etika
Nilai ini seharusnya bansos untuk 3 bulan (Januari hingga Maret). Total anggaran Rp11,2 triliun untuk 18,8 juta orang, yang dilaksanakan dalam dua tahap yaitu Januari-Maret,
Selain bantuan tunai, menjelang pencoblosan Pilpres 2024, program bantuan beras yang sudah dilaksanakan tahun 2023, dilanjutkan pada Januari-Maret 2024 dan akan diperpanjang hingga Juni 2024.
Bersamaan dengan itu, Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 125/2022 mengalihkan kewenangan pembagian bansos ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog.
Baca juga: Ahli Ganjar-Mahfud di Sidang MK: Bansos Jelang Pemilu Sebabkan Harga Beras Naik
“Ini merupakan bentuk untuk menyingkirkan keterlibatan Mensos dalam penyaluran beras bantuan,” kata Didin.
Profesor dengan keahlian di bidang ekonomi politik dan pertanian itu menegaskan, pemberian bansos tunai dan beras menjelang Pilpres 2024 adalah bentuk kampanye terselubung Presiden Jokowi untuk memenangkan anaknya Gibran Rakabuming Raka, yang bekontestasi pada Pilpres 2024.
Selain itu, Presiden Jokowi memanfaatkan fasilitas negara disaat ekonomi masyarakat belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19.
Bansos tunai dan beras yang seharusnya hak orang miskin diklaim sebagai bantuan Jokowi untuk memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran.