Kemenko PMK Minta Kasus TPPO Mahasiswa ke Jerman Tak Sampai Buat Jera Pelajar Magang ke Luar Negeri
Kemenko PMK berharap kasus dugaan TPPO berkedok Ferien Job ke Jerman tidak membuat jera para mahasiswa untuk magang ke luar negeri.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kemenko PMK, Warsito, berharap kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok Ferien Job ke Jerman tidak membuat jera para mahasiswa untuk magang ke luar negeri.
Menurut Warsito, kasus ini hanya bisa dijadikan sebagai pembelajaran untuk mencegah adanya penyimpangan.
"Jangan sampai membuat jera baik institusi pendidikan tingginya maupun mahasiswa pelajar untuk kemudian magang ke luar negeri. Itu yang penting," ucap Warsito dalam Deputy Meet The Press di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Warsito mengatakan Pemerintah harus mampu memfasilitasi para pelajar untuk mendapatkan pengalaman di luar negeri.
Pemerintah, kata Warsito, akan membuat regulasi yang mampu mencegah terjadinya terjadinya unsur pidana dalam proses magang.
"Sehingga semangat untuk mendapatkan pengalaman tetap harus kita dorong dengan tentunya, nanti regulasi yang apa yang bisa kita berikan supaya benar-benar tujuan dari dari MKBM ini benar-benar tercapai dengan baik," tutur Warsito.
Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kemenko PMK, Kemendikbudristek bersama Kemenaker untuk membuat regulasi terkait magang di laur negeri ini.
Kemenko PMK bakal mengadakan rapat bersama kementerian dan lembaga terkait untuk mempersiapkan aturan ini.
"Magang di luar negeri tetap menjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga pendekatan kita adalah bagaimana regulasi-regulasi yang mungkin diperlukan, ini tentu akan menjadi kajian," katanya.
"Maka sebenarnya saya akan menjawab ini setelah kami rapat sebenarnya di hari Rabu insya Allah, tetapi secara khusus bahwa semangat kita bahwa kejadian ini tentu akan dievaluasi sesuai regulasi yang ada," tambahnya.
Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman program Ferien Job.
Baca juga: Antonius PS Wibowo Jawab Peran LPSK saat Ditanya Soal Kasus TPPO Ferienjob di Jerman
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan para korban dikirim melalui sistem yang ilegal.
"Namun, para mahasiswa dipekerjakan secara non prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Djuhandani, dalam keteranganya Rabu (19/3/2024).
Kasus ini berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program Ferien Job di Jerman.
KBRI Jerman lantas melakukan pendalaman hingga diketahui ada sekitar 33 universitas di Universitas yang menjalankan program Ferien Job ke Jerman.
Dalam hal ini, Djuhandani mengatakan jumlah mahasiswa yang telah diberangkatkan ke Jerman mencapai 1.047 orang. Mereka diberangkatkan tiga agen tenaga kerja di Jerman.
Berbekal informasi itu, Dittipidum Bareskrim Polri melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan.
Kemudian ditemukan fakta bahwa mahasiswa korban TPPO modus Ferien Job ini memperoleh sosialisasi terkait program tersebut dari PT Cvgen dan PT SHB.
"Pada saat pendaftaran korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama Cvgen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan LOA (letter of acceptance) kepada PT SHB karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," tuturnya.
Setelah LOA terbit, mahasiswa tersebut tersebut diwajibkan membayar uang senilai 200 euro ke PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) sebagai persyaratan pembuatan visa.
Kemudian, korban juga dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
"Selanjutnya para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa. Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," jelasnya.
Padahal kontrak tersebut berisi perjanjian terkait biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman yang dibebankan kepada para mahasiswa.
Pembiayaan penginapan tersebut nantinya juga akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.
Menurut Djuhandani para korban TPPO tersebut mengikuti program Ferien Job selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Baca juga: Uskup Agung Jakarta Soroti Keserakahan di Indonesia Singgung TPPO dan Pencucian Uang Rp 270 Triliun
Djuhandani menyebut berdasar keterangan dari Kemendikbudristek, Ferien Job ke Jerman bukanlah bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.
Selain itu Kemenaker juga telah menyatakan bahwa Ferien Job Jerman tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.