Menengok Dampak Kerusakan Lingkungan di Bangka Belitung Akibat Korupsi Tambang Timah Harvey Moeis Cs
Disebut kasus mega korupsi terbesar karena kerugian Rp 271 triliun begini dampak kerusakan lingkungan akibat korupsi tambang timah di Bangka Belitung.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi tambang timah di Bangka Belitung sangat merugikan negara, masyarakat dan pastinya lingkungan.
Kasus korupsi yang melibatkan pihak swasta, penyelenggara negara dan publik figur tersebut merugikan keuangan lingkungan hingga Rp 271 triliun.
Bahkan disebut-sebut angka kerugian itu bisa saja bertambah.
Jumlah Rp 271 triliun tersebut merupakan angka kerugian lingkungan yang dihitung ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Bambang Hero Saharjo.
Kasus korupsi di sektor tambang yang ditangani Kejaksaan Agung ini merusak kawasan hutan dan non hutan di Bangka Belitung (Babel).
Kejagung Kaget Lihat Dampak Kerusakan Lingkungan Korupsi Tata Niaga Timah
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumadena mengaku kaget dengan dampak kerugian lingkungan di Bangka Belitung akibat korupsi timah.
Kasus ini bermula Kejagung menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 - 2022.
Total saat ini ada 16 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Satu di antaranya adalah eks Dirketur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Kasus ini menjadi nomor 1 karena sesuai dampak kerugian lingkungan hingga Rp 271 T.
Soal dampak kerusakan lingkungan, Ketut juga kaget setelah melihat visualnya dari satelit.
"Kami sudah pemeriksaan satelit, dari visualnya itu kerusakannya adalah 2 kali lipat luas Jakarta lho, itu rusak. Jadi pasti deh, ada orang-orang tertentu yang bakal kita seret lagi," beber Ketut.
Ada 81.462,602 Hektar Galian Tambang Tidak Berizin
Kasus korupsi tambang timah di Bangka Belitung yang melibatkan PT Timah tbk merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Jumlah Rp 271 triliun tersebut merupakan angka kerugian lingkungan yang dihitung ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Bambang Hero Saharjo.