Siapa Hanifa Sutrisna? Sosok yang Sebut 2 Artis Bakal Susul Harvey Moeis Jadi Tersangka Kasus Timah
Dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ).
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) disebut sudah mengantongi dua nama artis kondang yang bakal menyusul Harvey Moeis sebagai tersangka kasus korupsi komoditi timah yang merugikan negara Rp 271 triliun.
Adalah Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna yang menyebutkan hal tersebut.
Baca juga: Kajati Babel Asep Maryono Bantah Dimutasi karena Bongkar Kasus Korupsi Timah
"Dengan keterlibatan Harvey Moeis, Helena Lim, beberapa orang berikutnya katanya dari Kejaksaan Agung ada pesohor juga yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Hanifa Sutrisna.
Disebutkan akan ada 6 tersangka baru dalam kasus tersebut.
Baca juga: Robert Bonosusatya, Terduga Aktor Intelektual dalam Kasus Korupsi Timah Kembali Diperiksa Kejagung
"Tambahan tersangka dari informasi dari Kejaksaan Agung ada enam lagi tersangka," tuturnya.
Siapakah sosok Hanifa Sutrisna?
Adapun sosok Hanifa Sutrisna merupakan Ketua Nasional Corruption Watch (NCW).
Seperti dikutip dari Tribunsumsel, Hanifa Sutrisna resmi dinobatkan menjadi Ketua Umum Nasional Coruption Watch (NCW) pada April 2022.
Organisasi ini bergerak memantau perjalanan roda pemerintahan, khususnya yang menangani persoalan praktek tindak pidana korupsi di jajaran Pemerintahan baik pusat dan daerah.
Hanifa menjabat Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum NCW menggantikan alm Drs. Syaiful Nazar.
Nama Hanifa Sutrisna sempat menjadi pusat pemberitaan saat berpolemik dengan artis Raffi Ahmad.
Hanifa Sutrisna pernah menyebut bahwa Raffi Ahmad diduga terlibat kasus pencucian uang.
Namun, Pengacara Raffi Ahmad, Hotman Paris menilai bahwa NCW hanya berbicara tanpa adanya bukti yang tercantum.
Baca juga: Maha Dahsyat Korupsi Timah, Mahfud Pernah Sebut Jika Diberantas Tiap Orang Dapat Rp 20 Juta Sebulan
16 Tersangka
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Li; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.
Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.