Pekerja Migran Perempuan Jadi Sasaran Radikalisme, Pakar: Perlu Upaya Bersama Deradikalisasi
Pekerja migran perempuan relatif rentan menjadi kalangan sasaran radikalisme terorisme oleh kelompok radikal dengan berbagai motif
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam penayangan Film Dokumenter "Choice", dikisahkan 2 pekerja migran atau TKW asal Indonesia yang mempunyai kisah menarik, satu bernama Listyowati terpengaruh radikalisme online sementara TKW bernama Masyitoh justru sukses jualan online sampai berkuliah di Singapura.
Media sosial menjadi pisau bermata dua, dapat menjadi anugerah dan musibah atau bencana.
Pekerja migran perempuan relatif rentan menjadi kalangan sasaran radikalisme terorisme oleh kelompok radikal dengan berbagai motif termasuk memainkan emosi seperti janji pernikahan atau cinta semu.
Baca juga: Pemerintah Cabut Peraturan Barang Bawaan Pekerja Migran, Benny: Kasihan PMI Kerja Bertahun-tahun
Listyowati divonis bersalah dan dipenjara lebih dari dua tahun karena dianggap terlibat Jamaah Ansarut Daulah (JAD) yang terafiliasi ISIS karena terpengaruh media sosial.
Pengamat Terorisme dan Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail mengatakan bahwa ada tren pergeseran dan fenomena dalam perekrutan untuk bergabung dalam kelompok teror, kalau dulu harus melalui kelompok tertentu atau offline. Kalau sekarang tidak perlu offline bisa melalui online.
Fenomena radikalisme online itu semakin marak dengan adanya media sosial. Hari ini semua orang mencari informasi tidak hanya offline juga online.
"Buruh migran misalnya jauh dari keluarga, kesepian dan banyak bermasalah tidak hanya sekedar mencari informasi melalui online, kalau informasinya salah alogaritma membawa mereka ke ranah-ranah informasi yang salah". Pemutaran film dokumenter Pilihan hari ini dalam rangka untuk edukasi, pencegahan radikalisme dan deradikalisa" ujar Noor Huda Ismail di Stepi Coffee House, Panglima Polim, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2024) kemarin.
Film ini dirancang secara khusus untuk pekerja migran atau diaspora sebelum berangkat sehingga mereka memahami cerdas bermedia sosial. Film dokumenter ini akan dipakai oleh BP2MI untuk mengajak para buruh migran cerdas bermedia sosial. Bahkan film ini sudah diputar di Singapura dan Hongkong.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Direktur Eksekutif Intelliegence and National Security Studies (INSS), Dr. Stepi Anriani menyampaikan pandangan bahwa perempuan tidak serta merta menjadi pelaku tapi bisa juga korban baik sadar atau tidak, ada faktor emosional yg mengesampingkan "Rational Choice".
Dr. Stepi menegaskan perlunya edukasi bagi perempuan pekerja migran, komitmen dan upaya pencegahan dari pemerintah serta kerja sama seluruh stakeholders untuk deradikalisasi dan membantu para eks-napiter agar bisa diterima masyarakat, diberikan kesempatan kedua untuk produktif dan melakukan hal-hal positif.
Baca juga: Barang Bawaan Pekerja Migran Tertahan hingga Busuk, Ombudsman Tuntut Kejelasan Layanan
Menurutnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian bahwa perlu upaya kolaborasi dari civil society, pengamat terorisme dan intelijen, akademisi, pers, pemuka agama, budayawan dan seluruh lapisan masyarakat.
"Kita dapat melakukan kontra narasi radikal, memberikan narasi positif, program pencegahan radikalisme dan deradikalisasi. Kita berikan kesempatan kedua bagi mereka yang sudah terlanjur terlibat terorisme dan radikalisme agar bisa hidup kembali normal dan diterima di tengah masyarakat."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.