Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rudi S Kamri, Dulu Sekutu, Kini Seteru Jokowi

Rudi mengaku akan tetap bersuara lantang dan kritis, karena dirinya tanpa beban, tidak punya utang budi dengan Jokowi

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Rudi S Kamri, Dulu Sekutu, Kini Seteru Jokowi
ist
Rudi S Kamri 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiada hari tanpa mengkritisi Presiden Jokowi. Itulah yang dilakukan Rudi S Kamri

Padahal, sebelumnya pengamat sosial politik ini merupakan pendukung berat Jokowi. Tiada hari tanpa membela Jokowi dari serangan lawan-lawan politiknya. 

Akan tetapi, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah mengubah sikap Rudi.

Baca juga: Jokowi Sebut Ada Indikasi Pencucian Uang Melalui Aset Kripto, Ini Langkah Pencegahan oleh Industri

YouTuber kenamaan ini tak sudi lagi membela Jokowi. Bahkan sebaliknya, ia selalu mengkritisi Jokowi. Rudi pun kini menjadi seteru Jokowi dari sebelumnya sekutu wong Solo itu.

Musababnya, Jokowi melawan akal sehat dan "common sense" di Pilpres 2024. Sebagai kader PDI Perjuangan bahkan turut hadir dalam deklarasi Ganjar Pranowo sebagai calon presiden di Pilpres 2024 yang dilakukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada 21 April 2023, Jokowi tidak saja tidak mendukung Ganjar, tetapi justru mendukung capres lain, yakni Prabowo Subianto. 

"Bukan soal PDIP-nya, karena saya juga bukan kader PDIP atau parpol lain, saya orang independen, non-partisan, namun menurut saya apa yang dilakukan Pak Jokowi itu melawan hati nurani, akal sehat, dan 'common sense' (perasaan umum)," kata Rudi S Kamri di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).

Baca juga: Pakar Hukum Berharap Prabowo Cepat Sadar Hanya Dijadikan Alat Politik Kepentingan Keluarga Jokowi

Bagi Rudi sendiri, mendukung Prabowo sebagai capres juga merupakan langkah melawan hati nurani dan akal sehat, karena Ketua Umum Partai Gerindra itu sudah lekat dengan citra pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sebab itu, pada Pilpres 2014 dan 2019 Rudi memilih mendukung Jokowi karena faktor Prabowo yang dicitrakan sebagai pelanggar HAM itu. 

Berita Rekomendasi

"Di sisi lain, saya juga terpesona dengan citra Pak Jokowi sebagai 'wong cilik' (orang kecil) yang jujur, lugu dan bersahaja. Ternyata itu semua bulsit belaka. Saya teperdaya. Saya dan kita semua kena 'prank' Pak Jokowi," cetus pria "low profile" kelahiran Blitar, Jawa Timur, 1964 ini. 

Kini, perasaan teperdaya Rudi oleh Jokowi bertambah kental setelah Jokowi mengajukan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presidennya Prabowo di Pilpres 2024 dengan "menghalalkan" segala cara. 

Antara lain, kata Rudi, dengan menabrak undang-undang melalui intervensinya terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang diorkestrasi adik iparnya, Anwar Usman, saat itu Ketua MK, sehingga lembaga penjaga konstitusi itu mengeluarkan Putusan No 90/PUU/XXI/2023  yang memfasilitasi Gibran maju sebagai cawapres meskipun umurnya baru 36 tahun. 

"Putusan MK No 90/2023 ini mengubah syarat minimal usia capres/cawapres 40 tahun di Pasal 169 huruf q Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena Gibran menjabat Walikota Surakarta, Jawa Tengah," cetus Rudi. 

Akibatnya, kata Rudi, Anwar Usman dinyatakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah melakukan pelanggaran etik berat dan dicopot dari jabatan Ketua MK. 

Tidak itu saja. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga serta-merta menerima pendaftaran Gibran tanpa merevisi terlebih dulu Peraturan KPU No 19 Tahun 2023. "Akibatnya, seluruh Komisioner KPU dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bahkan Ketua KPU Hasyim Asy'ari diberi peringatan terakhir," cetusnya.

"Langkah Pak Jokowi merestui Gibran maju sebagai cawapres dengan menabrak berbagai aturan itu jelas tak dapat dibenarkan. Apalagi Gibran berpasangan dengan Prabowo yang dicitrakan sebagai pelaku pelanggar HAM, sehingga tidak mungkin saya mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024," lanjut pria dengan ciri khas kumis tebal ini.

Kini, Prabowo-Gibran telah ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024. Mengapa dirinya tetap mengkritisi Jokowi dan juga Prabowo-Gibran?

Baca juga: Silfester TKN Bocorkan Isi Pertemuannya dengan Jokowi Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Takkan Intervensi

Menurut Rudi, karena prosesnya diwarnai berbagai pelanggaran aturan, apalagi dirinya juga menerima berbagai laporan kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang diduga dilakukan tim pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, maka apa yang ditetapkan KPU itu di mata Rudi tidak sah. "Paling tidak cacat secara moral, karena proses pilpres diwarnai pelanggaran etika dan moral. Apalagi capres-cawapres lawan Prabowo-Gibran mengajukan gugatan ke MK dan kini sedang dalam proses persidangan. Kita tunggu saja hasilnya. Semoga para hakim konstitusi masih punya hati nurani dan akal sehat, sehingga menganulir kemenangan Prabowo-Gibran dan dilakukan pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasi terlebih dahulu Gibran karena pencalonannya cacat moral baik di MK maupun KPU," paparnya. 

Jadi, kata Rudi, bukan soal menang atau kalah. Yang dia perjuangkan adalah kebenaran dan keadilan. "Ganjar Pranowo-Mahfud Md atau Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar kalah, itu sama sekali bukan masalah bagi saya. Yang saya permasalahkan adalah kemenangan itu harus diraih dengan cara yang fair. Ini demi tegaknya demokrasi dan semangat reformasi. Janganlah demokrasi dan semangat reformasi ini dirusak oleh nepotisme Pak Jokowi," pintanya.

Rudi mengaku tak ambil pusing dengan posisi Jokowi yang masih "powerfull" dan kekuasaannya akan dilanjutkan Prabowo-Gibran jika MK nanti tidak menganulir hasil Pilpres 2024. Rudi mengaku akan tetap bersuara lantang dan kritis, karena dirinya tanpa beban, tidak punya utang budi dengan Jokowi atau siapa pun. Terbukti, dalam dua kali pilpres mendukung Jokowi, Rudi tidak pernah mendapat "hadiah" jabatan komisaris BUMN, uang atau lainnya, sebagaimana relawan-relawan lainnya. 

"Demi Allah serupiah pun saya belum pernah menerima uang dari Pak Jokowi atau lingkaran Istana lainnya. Jadi saya tanpa beban. Saya akan tetap bersuara lantang dan kritis. Semua ini demi menjaga Indonesia agar tetap menjadi negara demokrasi dan negara hukum, bukan negara kekuasaan," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas