Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Sinyal PDIP di Luar Pemerintahan atau Sikap Pribadi Mantan Capres?
Mantan calon Presiden RI Ganjar Pranowo mendeklarasikan diri sebagai oposisi Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Apa reaksi PDIP?
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan calon Presiden RI Ganjar Pranowo mendeklarasikan diri sebagai oposisi Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Apa reaksi PDIP, politisi, hingga pengamat?
Kepada wartawan di Posko Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Senin (6/5/2024), Ganjar Pranowo memastikan tak akan bergabung dalam Pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
"Untuk mencintai republik ini, kita akan mengawal dengan cara lain dan saya tidak akan bergabung di pemerintahan ini," kata Ganjar.
Meski tak bergabung, mantan Gubernur Jawa Tengah ini menyebut dirinya tetap menghormati Pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Politiknya ada, cara berpolitik yang benar tidak musti dengan cara keras dan semua sama-sama terhormat tidak perlu saling mencibir," ujar Ganjar.
Sementara itu, mantan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengaku belum ada tawaran untuk bergabung dalam Pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
"Enggak ada," kata Mahfud, kemarin.
Apakah sikap Ganjar bisa mewakili PDIP? Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut keputusan mantan calon presiden Ganjar Pranowo untuk berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sejalan dengan sikap partai.
"Ya, tentu saja (mencerminkan sikap partai), karena ini merupakan sikap kenegarawanan, sikap yang sangat baik bahwa pemilu pun tidak pernah melunturkan sikap dari PDI Perjuangan, PPP, Perindo dan Hanura, Pak Ganjar dan Prof Mahfud dalam berdedikasi, mengabdi kepada bangsa dan negara," ujarnya.
Apalagi, kata dia, saat ini negara tengah menghadapi berbagai persoalan seperti masalah pangan, investasi, hingga dampak pertarungan geopolitik.
Reaksi Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman merespons soal sikap politik Ganjar Pranowo yang akan berada di luar pemerintahan atau oposisi di masa pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kata Habiburokhman, dengan adanya sikap tersebut dari kontestan Pilpres 2024 tersebut, maka pihaknya tidak akan menghalangi apa yang sudah menjadi hak politiknya.
"Tentu sikap tersebut merupakan hak dari pak Ganjar ya, secara pribadi. Kalau memang sudah menjadi pilihan pak Ganjar kami tidak akan mungkin bisa menghalangi," kata Habiburokhman dalam keterangan video yang diterima awak media, Selasa (7/5/2024).
Terlebih kata Habiburokhman, Indonesia merupakan negara yang menjamin demokrasi bagi seluruh masyarakatnya.
Tak hanya itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap rakyat diberikan kebebasan berpolitik dan menjamin perbedaan politik.
Terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengaku tidak mengerti dengan sikap politik yang dideklarasikan eks capres 03 dari PDIP Ganjar Pranowo bahwa akan berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Herman mengatakan oposisi pemerintah biasanya merupakan sikap partai politik, bukan perorangan.
"Saya belum paham apakah oposisi yang dimaksud oleh GP," ujar Herman kepada wartawan, Selasa (7/5/2024).
Menurut Legislator Komisi VI DPR RI itu, sikap oposisi itu juga merupakan sebuah pilihan bagi parpol.
"Namun juga sangat tergantung kepada presiden terpilih, apakah diajak bergabung atau tidak," tandas dia.
Bamsoet: Indonesia tak kenal Oposisi
Menyikap langkah Ganjar, Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, justru menyinggung dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tak mengenal istilah oposisi.
"Justru itu masalah kebangsaan, masalah pemerintahan dalam format nilai-nilai keindonesiaan kita, seperti apa karena di kita tidak ada istilah oposisi," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Namun, lanjut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Ganjar-Mahfud bisa membantu pemerintahan meski posisinya tidak di dalam kabinet pemerintahan.
"Ini negara Pancasila, Bung Karno telah menganalkan sistem demokrasi dan sistem politik yang basiknya adalah gotong royong," ujarnya.
"Inti 4 pilar itu adalah gotong royong. Bagaimana kita bisa bergotong royong untuk mencapai tujuan kita bernegara sesuai pembukaan UUD negara kita menuju masyarakat yang adil makmur dan sentosa," tandasnya.
Investasi politik
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai, deklarasi capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo untuk beroposisi di pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan investasi politik.
Ujang menyebut, hal tersebut menjadi sesuatu yang umum dalam dunia politik untuk menjaga eksistensi Ganjar.
"Iya, ingin investasi politik saja. Ingin agar tetap eksis di politik nasional. Karena kalau tidak gitu kan akan tenggelam, akan dilupakan oleh publik. Jadi perlu momentum, perlu isu, perlu panggung, untuk agar Ganjar bisa tetap eksis di perpolitikan nasional ya dengan cara seperti itu," kata Ujang, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Selasa (7/5/2024).
"Dan itu menjadi sesuati yang umum saja, termasuk dilakukan oleh Ganjar," sambungnya.
Selanjutnya, Ujang menilai, bagus-bagus saja jika Ganjar ingin memposisikan diri sebagai oposisi. Namun, hal itu seharusnya dilakukan oleh PDI Perjuangan, sebagai partai dimana Ganjar bernaung.
"Tetapi, konsep oposisi itu yang sejatinya secara teoritik ada pada partai politik di parlemen. Jadi ya PDIP dulu, partai dulu, PDIP yang menjadi oposisi. Nah, Ganjar yang katakanlah kader PDIP ya boleh (ikut) mengkritisi pemerintah," jelas Ujang.
Lebih lanjut, akademisi Universitas Al-Azhar itu mengatakan, hal ini serupa dengan isu hak angket DPR yang diusulkan Ganjar dan perlahan hilang begitu saja.
"Ini kan sama dengan persoalan angket, seperti angket kan yang mengusulkan Ganjar, tiba-tiba angket juga enggak ada, hilang. Karena Ganjar juga bukan petinggi partai, bukan kekuatan representasi partai di parlemen juga," kata Ujang.
Sejalan dengan PDIP?
Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai bahwa respons Ganjar tersebut bisa saja mewakili PDIP.
"Jika kita telisik peta Koalisi Indonesia Maju, sepertinya sudah ada ruang bergabungnya PKB dan NasDem. Ruang tersebut menjadikan PDIP lebih realistis berada dibarisan oposisi," kata Arifki dalam pesan yang diterima Tribunnews, Selasa (7/5/2024).
Namun, Arifki menilai situasi tersebut mungkin saja berbeda jika Ketua DPP PDIP Puan Maharani membaca peluang berbeda tentang langkah strategis PDI-P ke depannya.
"Ganjar mungkin saja diuntungkan jika PDI-P oposisi, karena daya tawar politiknya tetap tinggi. Tetapi, bagi Puan ini bisa saja menjadi peluang baru melihat situasi politik, apalagi adanya wacana klub presiden yang digagas oleh Prabowo," ujar Arifki.
Menurut Arifki, wacana tersebut mungkin saja tidak terealisasi jika PDIP berada di barisan oposisi.
"Sebagai ketua umum PDIP, tentu sikap politik yang bakal diambil oleh Megawati sangat keras dan tegas. Klun Presiden tanpa Megawati mungkin-mungkin saja terjadi," kata Arifki.
"Apalagi ide tersebut bakal mempertemukan Megawati dengan Jokowi dan SBY secara rutin. Di balik belum harmonisnya hubungan tokoh-tokoh tersebut, ide yang dibangun Prabowo cukup menarik sebagai bagian dari persatuan bangsa dan rekonsiliasi elite pasca pilpres," ujarnya.
Namun, dia menilai klub presiden tersebut susah terjadi apalagi jika PDI-P dipisahkan posisi Megawati sebagai mantan presiden dan juga ketua umum partai.
"Jika hal tersebut belum selesai, maka bakal sulit mewujudkan hal tersebut, meskipun wacana tersebut sangat baik," pungkas Arifki.