Tak Ada Foto Jokowi di DPD PDIP saat Edy Rahmayadi Daftar Pilgub, Apa Penjelasan Anak Buah Megawati?
Wakil Ketua DPD PDIP Sumut, Aswan Jaya menjelaskan bahwa foto Jokowi bukan sengaja tidak dipasang oleh pihaknya.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terlihat di kantor DPD PDIP Sumatera Utara (Sumut), Senin (6/5/2024).
Di tembok Aula Bung Karno DPD PDIP Sumut hanya terlihat foto Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan lambang negara Garuda Pancasila.
Baca juga: Jokowi Akui Tak Pernah Beri Masukan ke Prabowo soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian
Momen tersebut terlihat saat Edy Rahmayadi menyerahkan formulir pendaftaran Pilgub Sumut ke kantor DPD PDIP di Jalan Jamin Ginting, Kota Medan.
Tidak adanya foto Jokowi tersebut menimbulkan spekulasi bahwa hubungan PDIP dengan Jokowi masih tidak baik-baik saja.
Baca juga: Ganjar Pilih Jadi Oposisi Prabowo-Gibran: PDIP Beri Pujian, Gerindra dan Golkar Beda Pandangan
Lalu apa penjelasan PDIP Sumut?
Wakil Ketua DPD PDIP Sumut, Aswan Jaya menjelaskan bahwa foto Jokowi bukan sengaja tidak dipasang oleh pihaknya.
Menurutnya foto orang nomor satu di Indonesia itu terjatuh saat pihaknya memasang spanduk.
"Itu jatuh. Jatuh waktu masang backdrop nggak sempat pasang lagi," kata Aswan seperti dikutip dari Kompas.com.
Hubungan Jokowi-PDIP
Banyak pihak yang mulai memprediksi seperti apa hubungan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi setelah Pilpres 2024.
Banyak yang memperkirakan, hubungan Jokowi dan Megawati akan mirip dengan relasi antara mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dengan Ketua Umum PDIP tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, kepada Tribunnews.com, mengungkapkan, wacana pertemuan Jokowi dan Megawati usai Idul Fitri sulit untuk terwujud, minimal dalam waktu dekat.
Ia menilai, salah satu faktor penyebab adalah dua tokoh yang disebut-sebut pecah kongsi di Pilpres 2024. Menurutnya, PDIP kecewa terlalu dalam.
Seperti diketahui, Jokowi, dalam gelaran Pilpres 2024 lalu dinilai condong mendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto.
Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Di sisi lain, PDIP, partai Jokowi bernaung selama ini, mengusung calon lain, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Lebih jauh, Ujang mengaku tidak bisa memprediksi apakah hubungan Megawati dan Jokowi akan renggang dalam waktu lama.
"Jika berkaca pada hubungan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sampai saat ini belum akur. Mungkin saja kerenggangan itu akan bertahan lama," ujarnya.
Ia mengingatkan, hubungan Megawati dan SBY telah renggang sejak Pilpres 2004 hingga kini.
“Jika dihitung sudah hampir 25 tahun hubungan Megawati dengan SBY tidak pernah berlanjut dan tidak pernah ada ujung pangkalnya. Apakah hubungan Jokowi akan lama seperti itu atau tidak, saya tidak tahu. Semua tergantung sikap Megawati mau menerima atau tidak,” ujar Ujang.
Baca juga: Ganjar Ogah Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Arah Politik PDIP Dinilai Lebih Condong ke Oposisi
Jokowi dianggap bukan kader PDIP
Di sisi lain, kekalahan di MK membuat hubungan PDIP dengan Jokowi dan Gibran semakin sulit diselamatkan.
Terbaru, PDIP menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo dan putranya yang juga calon wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, tak lagi menjadi kader PDIP.
Presiden Jokowi dianggap sudah memihak calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran pada Pemilihan Presiden 2024. Padahal, partainya sudah memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Wapres terpilih, Gibran Rakabuming Raka bahkan diberi pesan menohok dari PDI Perjuangan (PDIP) agar tidak berbohong.
Hal ini dikatakan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun,
Awalnya Komarudin menyayangkan sikap pendamping Prabowo Subianto yang dianggap terlalu reaktif merespons pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Komarudin mewanti-wanti Gibran agar tak lagi berbohong jika sudah secara resmi dilantik menjadi Wakil Presiden RI.
Hal itu disampaikan Komarudin untuk menanggapi aksi Gibran yang menyebut Hasto telah meresahkan.
"Tentang sikap Mas Gibran saya kira itu terlalu reaktif untuk menanggapi Pak Sekjen. Karena apa yang disampaikan Pak Sekjen itu benar terjadi dan itu benar berbohong, dua kali itu," kata Komarudin di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Menurutnya, justru Gibran memang pernah secara terang-terangan berbohong kepada PDIP, bahkan juga kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
Komarudin menyampaikan kebohongan pertama yang disampaikan Gibran adalah kala dirinya dipanggil menemui Hasto dan Komar sendiri di Kantor DPP PDIP.
Kemudian kebohongan kedua adalah ketika ditanya langsung oleh Megawati saat acara pertemuan dengan para kepala daerah PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung.
Baca juga: Beda Respons Jokowi dan Gibran soal Pesan Luhut agar Prabowo Tak Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan
"Kebetulan yang pertama saya panggil saya dengan Pak Sekjen di lantai 2 ruang Pak Sekjen dan waktu itu beliau sendiri yang ngomong bahwa dia sadar tahun depan bapaknya tidak presiden lagi. 'Mau kemana lagi saya pasti bersandar di PDI Perjuangan,'" tuturnya.
"Kemudian yang di Sekolah Partai, itu juga ada kan rekaman. Itu kan Ibu tanya Mas Gibran sama Bobby, 'Mau tetap di sini apa berpindah partai?' Mas Gibran sendiri maju ke mimbar lalu disampaikan waktu itu tetap bersama PDI Perjuangan," sambungnya.
Untuk itu, kata Komar jika saat ini Gibran menganggap Hasto meresahkan, justru Gibran yang dianggap paling bahaya dengan kebohongannya tersebut.
"Jadi kalau kemudian sampai beberapa waktu kemudian dia maju menjadi cawapres lalu sekarang Pak Sekjen meluruskan pembicaraan itu lalu dianggap Pak Sekjen wah berbahaya, justru yang berbahaya itu Mas Gibran," katanya.
Komarudin lantas mewanti-wanti Gibran bahwa orang yang akan menjadi pemimpin boleh berbuat salah, tetapi tidak untuk berbohong.