Menteri KKP Sebut Indonesia Punya Potensi Panen 4 Juta Ton Nila Setiap Tahun
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Sakti Trenggono yakin industri ikan nila memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Sakti Trenggono yakin industri ikan nila memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia.
Terutama apabila budidaya nila tersebut dilakukan secara modern dalam skala besar.
Saat ini kata Trenggono budidaya nila masih dilakukan dalam skala kecil.
"Sekarang ini jujur yang namanya budidaya ikan nila khususnya, masih terjadi skala kecil, skala rakyat," katanya usai peresmian modeling budidaya ikan nila salin di Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5/2024).
Menurut Trenggono, Indonesia memiliki lahan yang luas untuk tambak nila.
Terdapat 78 ribu hektare lahan bekas tambak udang yang sudah tidak berfungsi di sepanjang pantura Pulau Jawa.
Baca juga: Kawasan Tambak BINS Karawang Bisa Produksi 7 Ribu Ton Ikan Nila Per Tahun Senilai Rp196 Miliar
"Dan ini mudah-mudahan, ini kita punya potensi 78.000 hektare di wilayah Pantura ini," katanya.
Apabila lahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk budidaya Nila, maka kata Trenggono, Indonesia mampu memanen 4 juta ton Nila setiap tahunnya.
Hasil panen tersebut dapat diserap oleh industri lokal dan juga global.
"Nah itu untuk pasar lokal juga besar sekarang ini kira kura 1,3 juta ton yang 90 persen untuk kepentingan lokal. Dan itu belum skala seperti ini (besar)," katanya.
Baca juga: Melihat Budidaya Ikan Nila Salin yang Diresmikan Presiden Jokowi
KKP kata Trenggono secara bertahap akan mulai memanfaatkan lahan tambak udang yang sudah tidak berfungsi menjadi tempat budidaya ikan seperti yang ada di Karawang.
Ia akan mengundang sejumlah offtaker untuk memaparkan potensi ekonomi dari budidaya ikan nila dalam skala besar.
Trenggono yakin budidaya Nila secara besar akan membantu pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Apalagi, budidaya Nila seperti yang ada di Karawang telah melalui proses riset terlebih dahulu selama dua tahun.