Auditor Minta Rp 12 Miliar, BPK Klaim Tetap Tegakkan Independensi, Integritas, dan Profesionalisme
BPK disebut menghormati proses persidangan kasus SYL tersebut, dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Usut punya usut, rupanya opini WTP oleh BPK ini terganjal proyek strategis nasional Food Estate.
Berdasarkan keterangan Hermanto, terdapat beberapa temuan BPK terkait proyek tersebut, khsusunya dari sisi administrasi.
"Contoh satu temuan food estate, itu temuan kurang kelengkapan dokumen, administrasinya. Istilah di BPK itu bayar di muka dan itu belum menjadi TGR. Jadi itu ada kesempatan kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan" kata Hermanto.
Namun Kementan tak menyanggupi Rp12 miliar, tetapi hanya Rp5 miliar. Uang Rp5 miliar itu dipastikan diterima pihak BPK.
"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp12 M itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" kata jaksa.
"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar," ujar Hermanto.
Uang Rp5 miliar untuk auditor BPK itu menurut Hermanto diperoleh dari para vendor yang menggarap proyek-proyek Kementan.
Adapun yang menagihkan kepada para vendor ialah eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta.
"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp5 M itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.
"Vendor," jawab saksi Hermanto.
Baca juga: Kementerian Pertanian Era SYL Beli WTP Rp5 Miliar ke Auditor BPK: Harga Awalnya Rp12 Miliar
Dengan dibayarkannya Rp5 miliar ke BPK, tak lama kemudian Kementan memperoleh opini WTP.
"Selang beberapa lama kemudian keluar opininya?" ujar jaksa penuntut umum KPK.
"Keluar. WTP itu keluar," kata Hermanto.
Sebagai informasi, keterangan ini diberikan atas tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo; eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.