Arimansyah Soroti Pentingnya Batasan Perlindungan Merek Terkenal dalam Disertasinya
Arimansyah menyoroti bahwa pengaturan pelindungan merek terkenal pada hukum merek di Indonesia belum sejalan dengan ketentuan TRIPs Agreement
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar sidang akademik terbuka promosi Arimansyah menjadi Doktor Hukum di Kampus UPH Pascasarjana, Jakarta, Sabtu (11/5/2024).
Dalam disertasinya yang berjudul "Kepastian Hukum Dan Keadilan Dalam Pelindungan Merek Terkenal Yang Tidak Digunakan (Non-Use) Di Indonesia", Arimansyah menyoroti bahwa pengaturan pelindungan merek terkenal pada hukum merek di Indonesia belum sejalan dengan ketentuan TRIPs Agreement yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang (UU) U Nomor 7 Tahun 1994.
Baca juga: Pertahankan Disertasi Penanganan Covid-19 Operasi Aman Nusa II, Anggota Polri Raih Gelar Doktor
Dalam ketentuan Pasal 16 ayat (3) TRIPs Agreement memberikan kriteria pelindungan merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis.
"Dengan syarat harus ada kesan keterkaitan yang erat atau indikasi adanya hubungan confussion of business connection antara barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut dengan produsen dari produk merek terkenal," ujar Arimansyah.
Baca juga: Saleh Husin Raih Gelar Doktor Lewat Disertasi Hilirisasi Sawit
Namun di Indonesia, menurut dia, belum menerapkan batasan pelindungan merek terkenal secara jelas sehingga implementasinya tidak memenuhi rasa kepastian hukum dan keadilan, karena pengaturan yang diterapkan masih terlalu luas dan bersifat subjektif.
Sebagaimana studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini, Arimansyah melanjutkan putusan pengadilan yang menyetujui pembatalan Merek Starbucks milik STTC pada jenis barang yang tidak digunakan oleh Merek terkenal Starbucks milik Starbcus Coorporation.
Sehingga dapat disimpulkan ada inkonsistensi penerapan norma-norma hukum merek karena pada kasus Merek Vivo dapat didaftar oleh dua produsen yang tidak saling berafiliasi yaitu Vivo Mobile Communication Co., Ltd., dan PT. Vivo Energi Indonesia untuk melindungi jenis barang yang berbeda dan secara berdampingan keduanya dapat diterima oleh para konsumen.
Dalam penelitiannya, Arimansyah menemukan terdapat kebutuhan untuk menyusun pengaturan yang ideal guna memberikan perlindungan merek terkenal pada barang dan jasa yang tidak digunakan dalam mengisi kekosongan hukum yang ada saat ini.
"Arahnya dengan merumuskan norma-norma berdasarkan kriteria khusus dan batasan pelindungan untuk barang dan jasa yang tidak digunakan oleh merek terkenal," ujar dia.
Sidang Promosi Doktor Hukum UPH ini diketuai oleh Rektor UPH, Dr (Hon.) Jonathan L. Parapak. M. Eng. SC..
Dengan tim promotor diketuai oleh Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum dan Assoc. Prof. Dr. Henry Soelistyo Budim SH., LL.M selaku Co-Promotor yang memutuskan mengangkat Arimansyah menjadi doktor dalam bidang Ilmu Hukum dengan yudisium lulus dengan predikat summa cumlaude.
Baca juga: Uji Disertasi Mahasiswa Doktor UNPAD, Bamsoet Tegaskan Pentingnya Indonesia Miliki UU AI
Arimansyah merupakan advokat dan penasihat hukum yang telah mengantongi banyak pengalaman di bidang hukum merek diantaranya terlibat dalam kasus merek Geprek Bensu dan Gudang Garam.
Ia juga pernah bekerja sebagai lawyer di Kantor Hukum Minola Sebayang & Partners dan asisten konsultan HKI di kantor Amir Syamsuddin, eks Menteri Hukum dan HAM di era SBY.
Selain itu, ia juga aktif di beberapa organisasi diantaranya pengurus di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
"Penelitian ini tidak akan berhenti di sini. Saya sedang mempersiapkan untuk menuangkan penelitian ini dalam bentuk buku sehingga hasilnya lebih dapat dimanfaatkan oleh khalayak ramai, khususnya dalam menjawab perkembangan dan kebutuhan hukum terkini tentang pelindungan merek terkenal pada barang dan atau jasa yang tidak digunakan di Indonesia," ucap Arimansyah.