Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebut Revisi UU MK Berpotensi Ganggu Independensi Hakim, Mahfud MD Kaget Ketika Pertama Kali Dengar

Mahfud MD menilai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) aneh.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Sebut Revisi UU MK Berpotensi Ganggu Independensi Hakim, Mahfud MD Kaget Ketika Pertama Kali Dengar
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
Mahfud MD di kawasan Senen, Jakarta, Selasa (20/2/2024). Mahfud MD menilai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) aneh. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) aneh.

Ia berpendapat revisi terhadap UU MK tersebut berpotensi mengganggu independensi hakim, khususnya yang terkait dengan aturan peralihan. 

"Itu juga sebabnya saya menolak, ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim. Jadi, independensinya sudah mulai disandera, menurut saya," kata Mahfud dalam keterangannya pada Rabu (15/5/2024).

Menko Polhukam periode 2019 sampai 2023 itu mengungkapkan pada 2020 sudah ada upaya untuk melakukan perubahan terhadap UU MK yang disebut Menkumham, Yasonna Laoly sudah disepakati sebelum Mahfud menjadi Menkopolhukam.

Mahfud mengatakan upaya-upaya itu masih belum berhenti karena pada 2022 lalu tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK

Padahal, kata dia, usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

"Saya kaget, saya tanya lagi ke Pak Yasonna. 'Pak, ini kok ada UU belum ada di Prolegnas, sudah Pak, disepakati baru ini tambahan di Prolegnas untuk direvisi. Kok mendadak, saya bilang, iya ini DPR memutuskan begitu, dan sudah dibicarakan mungkin secara diam diam', begitu," kata Mahfud.

Berita Rekomendasi

Akhirnya, Mahfud tetap menegaskan revisi terhadap UU MK tidak benar karena ia menilai ada tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim konstitusi tertentu di tengah jalan. 

Oleh karena itu, saat itu Mahfud lalu menyampaikan kepada Mensesneg Pratikno agar ia turun langsung mengikuti rapat bersama DPR RI membahas hal tersebut.

"Oleh sebab itu, DPR waktu itu, kebetulan saya yang pesan ke Pak Pratik, 'Pak kayaknya UU ini saya perlu turun sendiri ke DPR, kan bisa. Oh iya bisa kata Pak Pratik, sudah nanti Pak Mahfud saja yang mewakili ke DPR bersama Pak Yasonna', jadi saya," kata Mahfud.

Baca juga: Soal Revisi UU MK oleh DPR, Hakim Enny Tegaskan Posisi Mahkamah Konstitusi Pasif

Mahfud menilai UU itu sekalipun bagus tidak boleh berlaku untuk hakim-hakim yang sekarang masih bertugas.

Menurutnya mereka seharusnya dibiarkan menjalankan tugasnya sampai habis masa jabatannya.

Setelah itu, lanjut dia, baru dilakukan penggantian. 

Ternyata, kata dia, saat itu DPR tidak mau karena mereka ingin hakim-hakim langsung diganti.

"DPR tidak mau, pokoknya langsung, begitu UU ditetapkan hakim yang tidak yang belum 10 tahun tapi sudah di atas lima tahun dikonfirmasi lagi. Wah, saya bilang ini tidak benar, dalam ilmu hukum ini keliru saya bilang. Akhirnya apa? Dead lock-kan saja saya bilang. Maka dead lock, selama saya jadi Menko," kata Mahfud.

Ia merasa, RUU MK yang diusulkan bisa menakut-nakuti hakim MK yang kini ada, ditambah saat itu sudah mendekati kontestasi politik pemilihan umum.  

Meski begitu, Mahfud mengatakan, tidak bisa menghalangi siapa-siapa yang kini menginginkan revisi terhadap UU MK dilakukan.

"Sekarang sesudah saya pergi tiba-tiba disahkan, ya saya tidak bisa menghalangi siapa-siapa. Tapi itu ceritanya, saya pernah dead lock-kan UU itu, sekarang disahkan. Isinya tetap, seperti yang saya tolak itu, tapi menurut saya ya, ya sudah saya tidak bisa menghalangi," kata dia.

Mahfud mengungkapkan beberapa kemungkinan sikap yang akan diambil pemerintah soal ini.

Pertama, kata dia, pemerintah meminta Ketua MK mengirim surat meminta konfirmasi hakim-hakim yang diperpanjang.

Kedua, lanjut dia, membiarkan saja hakim-hakim yang mendekati pensiun menyelesaikan masa jabatan.

Namun, Ketua MK periode 2008 sampai 2013 itu merasa, revisi UU MK itu cuma merupakan langkah memuluskan jalan politik pihak-pihak tertentu.

Apalagi, kata dia, beberapa waktu terakhir orang sudah banyak membahas tentang desentralisasi yang dilakukan secara diam-diam dan secara halus.

"Akhirnya semua ada di satu tangan, nanti ada re-calling, independensinya dibatasi. Salah satunya recall saja, minta konfirmasi saja, tapi yang lebih keras lagi, sebelum dibahas, ada di RUU, bahwa DPR bisa atau lembaga yang mengusulkan bisa menarik, itu re-calling yang asal, ini tidak, diminta konfirmasi bukan ditarik," kata Mahfud.

Baca juga: Eks Hakim Konstitusi Tolak Revisi UU MK: Ini Penghancuran

Ia mengingatkan, mantan-mantan Ketua MK dan hakim MK juga sudah pernah bertemu untuk membahasnya. 

Mahfud mengatakan, tokoh-tokoh seperti Jimly Asshiddiqie, dirinya, Hamdan Zoelva, Haryono dan lainnya sepakat independensi hakim tidak boleh diganggu.

Akhirnya, lanjut Mahfud, ide-ide yang coba dimunculkan untuk menarik hakim di tengah jalan melalui revisi terhadap UU MK itu dihapus. 

Namun, kini dimunculkan lagi rencana yang dirasa bisa mengganggu independensi hakim seperti re-konfirmasi setelah masuki tahun kelima.

"Hadir semua waktu itu, terus yang dari Malang hadir, ini tidak boleh begini, harus ada independensi, sehingga ide untuk menarik hakim di tengah jalan hapus, tapi yang muncul kemudian lima tahun di-re-konfirmasi," kata dia.

Mahfud mengaku tidak sepakat jika legal drafter yang kemudian disalahkan karena mereka berada di tataran yang sangat teknis dan bukan memiliki kewenangan pada filosofi materi. 

Artinya, lanjut dia, mereka yang memiliki filosofi materi dan memiliki hak konstitusional untuk menentukan tetap hanya Presiden dan DPR RI.

"Ini lebih kepada kolaborasi banyak aktor yang sama-sama punya keinginan tertentu yang bisa dicapai kalau berkolaborasi. Misalnya, membuat UU harus begini, ini dapat ini, itu dapat itu, itu sudah biasa, oleh sebab itu kita sekarang sering berteriak tentang moral dan etik," jata Mahfud.

Mahfud juga khawatir potensi hakim bisa jadi proxy dari lembaga-lembaga jika revisi UU MK disahkan.

Namun, ia mengingatkan, keputusan tetap ada di Presiden dan DPR RI karena bisa saja disahkan dengan alasan-alasan yang baik.

"Tetap keputusan kan mereka yang memutuskan, biar hakim tidak seenaknya, bisa juga alasannya begitu. Bisa benar, tinggal alasannya apa, bisa saja dan itu masuk akal, tapi menurut saya masalahnya bukan itu, masalahnya akan bisa dikendalikan, itulah yang saya katakan independensi," kata Mahfud.


Pemerintah dan DPR Sepakat Bawa Ke Paripurna

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan pemerintah menerima hasil pembahasan Rancangan Undang-Undangan tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) di tingkat Panitia Kerja (Panja).

Atas nama Pemerintah, ia mengatakan sepakat untuk meneruskan hasil pembahasan RUU itu ke sidang Paripurna DPR RI.

Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi III DPR Pembahasan Pengambilan Keputusan Tk. I terhadap RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi di Gedung DPR RI, Jakarta pada Senin (13/5/2024). 

"Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI," kata Hadi dalam keterangan resmi Humas KemenkonPolhukam RI pada Senin (13/5/2024). 

Baca juga: Mahfud MD Tegaskan Tidak Ada Unsur Kegentingan dari Revisi UU MK

Ia menyatakan berbagai poin penting dari perubahan atas UU MK yang telah dibahas bersama-sama akan semakin memperkokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, kata dia, hal itu juga akan semakin meneguhkan peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi negara (guardian of the constitution).

"Pemerintah berharap kerja sama yang telah terjalin dengan baik antara DPR RI dan Pemerintah, dapat terus berlangsung, untuk terus mengawal tegaknya negara kesatuan yang kita cintai bersama," kata dia. 

Rapat kerja tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman.

Dilansir dari laman resmi DPR RI, Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat RUU MK dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam rapat Paripurna DPR RI. 

Sebelumnya, Adies disebut telah meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menteri Polhukam saat raker di Nusantara II, Senayan, Jakarta pada Senin (13/5/2024).

"Kami meminta persetujuan kepada Anggota Komisi III dan Pemerintah, apakah pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," kata Adies.

Dilaporkan, dalam rapat Adies telah menyampaikan bahwa pada 29 November 2023 lalu Panja Komisi III DPR RI dan Pemerintah telah menyetujui DIM RUU MK.

DPR dan pemerintah, kata dia, saat itu memutuskan bahwa pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat langsung dilanjutkan pada Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I atau Rapat Kerja di Komisi III.

Saat itu, panja disebut telah melaporkan hasil pembahasannya.

Baca juga: Pemerintah Belum Setujui Revisi UU MK, Mahfud MD: Masih Keberatan Aturan Peralihan Masa Jabatan

Selain itu, fraksi-fraksi melalui perwakilannya juga disebut telah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, serta menandatangani naskah RUU MK saat itu.

Akan tetapi, pihak Pemerintah disebut belum memberikan pendapat akhir mini dan belum menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi.

Disebutkan juga bahwa berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I yang belum dilaksanakan yaitu pendapat akhir mini Presiden dan penandatanganan naskah RUU oleh pihak Pemerintah.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI dilaporkan telah melaksanakan rapat kerja dengan Pemerintah pada tanggal 15 Februari 2023 yang lalu.

Pemerintah saat itu memberikan DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi, serta memutuskan bahwa pembahasan DIM dilaksanakan pada Tingkat Panja. 

Atas dasar penugasan tersebut, Panja melakukan pembahasan DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi bersama Pemerintah, sampai dengan pembahasan RUU di tingkat Timus dan Timsin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas