Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Lonjakan UKT, Maruf Amin Minta Istilah Kuliah Kebutuhan Tersier Tak Digunakan Lagi

Wapres RI Ma'ruf Amin merespons polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang disebut-sebut tak rasional.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
zoom-in Soal Lonjakan UKT, Maruf Amin Minta Istilah Kuliah Kebutuhan Tersier Tak Digunakan Lagi
Tangkapan Layar/Rizki Sandi Saputra
Wakil Presiden RI (Wapres) KH Maruf Amin - Wapres RI Ma’ruf Amin merespons polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang disebut-sebut tak rasional. 

Nuroji dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan pernyataan anak buah Mendikbudristek, Nadiem Makarim, itu. 

"Tentu saja saya sampaikan sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier, apalagi yang menyampaikan adalah pejabat dari kementerian Dikti." 

"Ini saya rasa sangat kurang mendidik bagi masyarakat, seolah-olah kuliah itu tidak penting," kata Nuroji, Selasa (21/5/2024).

Nuroji menilai, pernyataan yang disampaikan Tjitjik bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam UUD, kata Nuroji, tertuang bahwa setiap negara wajib memberikan pendidikan kepada rakyatnya.

"Bahkan memberikan mandatory spending 20 persen. Nah ini sebetulnya kita harus perjuangkan supaya SDM kita, masyarakat kita lebih banyak lagi yang bisa dibiayai oleh negara untuk perguruan tingginya," ujarnya. 

Sebelumnya, Tjitjik merespons banjir kritikan dari sejumlah kalangan mengenai melonjaknya UKT dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/5/2024) pagi. 

Baca juga: Dicecar Komisi X DPR, Nadiem Bakal Evaluasi Kenaikan UKT Tak Wajar di Perguruan Tinggi

Berita Rekomendasi

Tjitjik saat itu mengatakan, biaya UKT tetap mempertimbangkan seluruh kelompok masyarakat dan tetap mengikuti panduan yang berlaku.

"Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu. Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," ujar Tjitjik.

Dengan demikian, lanjutnya, sebenarnya tidak ada keharusnya setiap lulusan SMA untuk masuk perguruan tinggi.

"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA (SMA)/SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan."

"Berbeda dengan wajib belajar SD, SMP, SMA," lanjutnya.

Karena merupakan pendidikan tersier, Tjitjik menegaskan bahwa pendanaan pemerintah lebih difokuskan pada wajib belajar. 

"Apa konsekuensinya karena ini pendidikan tersier? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.

(Tribunnews.com/Milani Resti/Rizki Sandi Saputra) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas