Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Sebut Ada Potensi Masalah Jika Jaksa Jadi Penyidik Kasus Tipikor

timbul permasalahan dalam penegakan hukum jika Jaksa menjadi penyidik dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pakar Hukum Sebut Ada Potensi Masalah Jika Jaksa Jadi Penyidik Kasus Tipikor
Tribunnews.com/Dany Permana
ILUSTRASI Gedung Kejaksaan Agung RI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakir, mengungkapkan timbul permasalahan dalam penegakan hukum jika Jaksa menjadi penyidik dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Pertanyaan akademiknya adalah mengapa Jaksa serius mempertahankan wewenang menyidik dalam perkara Tipikor dan tidak tertarik dalam perkara lain, misalnya pembunuhan, perampokan atau pembegalan dan tidak tertarik menyidik perkara terorisme,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Minggu (26/5/2024).

Mudzakir mengakui, Tipikor memang perkara pidana yang seksi dan menjadi rebutan para penegak hukum, terutama Kejaksaan.




Selain itu, kata dia, tidak ada mekanisme kontrol.

“Karena wewenang menyidik tunggal, yaitu Tipikor, maka setiap perkara yang dilaporkan kepada KPK dan Jaksa konklusinya selalu Tipikor karena wewenangnya tunggal. Hanya Tipikor (Tipikorisasi),” ujarnya.

Mudzakir mengatakan, hingga saat ini, KPK dan Kejaksaan sama-sama memiliki wewenang memeriksa perkara Tipikor.

Namun, menurut Mudzakir, sering kali ada perkara yang bukan Tipikor malah dibuat menjadi perkara Tipikor.

BERITA TERKAIT

“Kredit macet, (dibuat) Tipikor, padahal sudah ada jaminan harta benda di bank. Dimana letak kerugian keuangan negara dan Tipikornya?, kan dasar pinjamannya perdata, yaitu perjanjian kredit dengan jaminan,” katanya.

Sehingga, Mudzakir mengungkapkan, ketika sampai pada tahap persidangan, hakim pun menolak dan membebaskan para terdakwa karena menilai perkara tersebut hanyalah sebatas perkara perdata.

Misalnya saja kasus Surya Darmadi dimana kerugian negara dalam dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group lebih dari Rp104,1 triliun yang ditangani Jampidsus Kejagung Febrie Andriansyah malah disunat Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman pidana uang penggantinya dari Rp42 triliun menjadi Rp2 triliun saja.

Untuk itu, Mudzakir menilai, lembaga pengawas seperti Komisi Kejaksaan RI dan Dewan Pengawas KPK RI masih kurang optimal dalam melalukan tugas dan fungsinya.

Baca juga: Soal Wacana Pembentukan Kortas Tipikor, Kapolri Bilang Sudah Sampai Meja Presiden

“Menurut analisis saya begitu (pengawasan kurang optimal), sebagai pengawal dan pengawas lembaga profesional di bidang penegakan hukum yakni Dewas pada KPK dan Komisi Kejaksaan pada Kejaksaan RI,” ungkapnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas