Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tidak Sebatas Pengajar di Kelas, Guru Bisa Dalam Rupa Orangtua, Budayawan, Sastrawan dan Seniman

Peran guru bagi peradaban manusia sangat vital apalagi kata Guru berakar dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas Gu dan Ru.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Tidak Sebatas Pengajar di Kelas, Guru Bisa Dalam Rupa Orangtua, Budayawan, Sastrawan dan Seniman
Istimewa
Narasumber Ngkaji Pendidikan bersama Founder GSM (Muhammad Nur Rizal) bertema yang dibawakan adalah “Revolusi Guru Indonesia” di Surabaya belum lama ini  

Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran guru bagi peradaban manusia sangat vital apalagi kata Guru berakar dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas Gu bermakna gelap sedangkan Ru itu pemusnah 

Dengan demikian makna guru adalah pemusnah kegelapan yang tidak hanya membawa jalan terang tetapi juga harus memusnahkan kegelapan yang dimanifestasikan sebagai kebodohan dan ketidakberdayaan.

Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal mengatakan, dari dimensi fisiknya, guru mungkin mengajarkan jalan-jalan kehidupan yang baik bagi manusia di dunia.

"Tetapi dimensi spiritualnya guru mengajarkan jalan-jalan bagi manusia untuk mengetahui siapa dirinya, kelemahan dan kelebihan, asal-usul, dan ke mana hidup manusia akan menuju," kata Rizal saat Ngkaji Pendidikan bersama Founder GSM (Muhammad Nur Rizal) bertema yang dibawakan adalah “Revolusi Guru Indonesia” di Surabaya belum lama ini.

Dikatakannya, definisi guru tidak hanya disempitkan pada pengajar di ruang kelas, tetapi juga guru di alam kehidupan dalam rupa orangtua, budayawan, sastrawan hingga seniman.

Rizal memaparkan bagaimana tereduksinya makna dan marwah seorang Guru di Indonesia dari masa ke masa.

Berita Rekomendasi

Dimulai dari guru Zaman Kolonialisme yang berhasil membentuk sifat idealis, tegas, dan keras, lalu, Orde Lama yang pusat pengajarannya ada pada karakter, moral, dan nilai-nilai, Orde Baru yang pekat akan unsur feodalisme, disusul oleh Zaman Reformasi yang menuai anggapan bahwa insentif bagi guru tidak sejalan dengan kualitas yang ditunjukkan.

"Hingga masa yang sedang kita alami, yaitu era teknologi dan internet yang justeru semakin menjauhkan Guru dari marwahnya, Guru seolah hanya sekedar menjadi Budak Teknologi," katanya.

Di masa depan seorang guru, budayawan, seniman, bahkan filsuf sangat mungkin menjadi budak industri farmasi, yang disedot pengalaman batinnya lalu dipetakan oleh AI.

Dengan algoritmanya, AI akan bisa merancang senyawa kimia yang dapat menstimulasi otak untuk mengeluarkan senyawa kimia tertentu.

Sehingga manusia dapat merasakan sensasi yang sama seperti ketika para seniman, budayawan, guru, dan filsuf sedang mengekspresikan keindahan berbagai hasil kebudayaan dan pemikirannya, seperti karya sastra, buku, jurnal, musik dan alat kesenian lainnya.

"Di masa depan, manusia tidak perlu membaca buku ilmu pengetahuan, cukup minum obat, maka manusia akan langsung bisa merasakan apa yang dialami Einstein saat melakukan eksperimen atau riset.

Inilah yang membuat para seniman, budayawan, guru, dan filsuf di masa depan berpotensi mengalami kepunahan," katanya.

Rizal juga menekankan bahwa masalah terbesar bagi guru saat ini adalah kesulitan untuk lepas dari tirani pikiran lama, sehingga para pendidik sulit untuk menjadi diri sendiri dan menemukan versi terbaik dari dirinya yang secara tidak sadar menjadikan mereka robot-robot manusia kerumunan.

“Pesan saya, jangan jadi manusia kerumunan. Jadilah manusia yang memiliki nilai hidup sendiri yang dipandu oleh moralitas alamiah, agar kita bisa mencatatkan sejarah dalam lembar kehidupan kita," kata Rizal.

Baca juga: Viral Video Guru SMK di Yogyakarta jadi Model Busana Hasil Karya Murid, Ini Alasannya

C. Nuredi, seorang Kepala Sekolah SD Negeri 2 Api-api & pegiat GSM dari Kab. Pekalongan mengatakan, di tengah riuhnya suara lonceng sekolah dan hiruk-pikuk anak-anak di halaman, ada perubahan yang perlahan tapi pasti mulai merasuk ke dalam sistem pendidikan Indonesia.

"Ini bukan sekadar perubahan kurikulum atau perbaikan infrastruktur sekolah. Ini adalah sebuah revolusi yang berakar dari hati dan jiwa para pendidik: sebuah Revolusi Guru Indonesia yang dipelopori oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM),” ungkap Nuredi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas