Polemik Sastra Masuk Kurikulum Merdeka, Kepala BSKAP Kemendikbudristek Jelaskan Alasan dan Tujuannya
Kemendikbud Ristek jelaskan alasan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka, demi tingkatkan literasi serta perkaya pengetahuan budaya.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) baru - baru ini membuat langkah inovatif dengan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka.
Langkah itu diharapkan dapat meningkatkan literasi, memperkaya pengetahuan budaya, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di Indonesia.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo mengatakan Sastra Masuk Kurikulum menyediakan daftar karya sastra Indonesia yang bisa digunakan pada mata pelajaran dan pendidikan karakter, mulai jenjang SD sampai SMA dan SMK.
“Karya sastra menjadi bahan ajar yang berharga karena bisa mengundang pembaca untuk menghayati dunia batin tokoh-tokoh yang merasakan dan memahami sesuatu dengan caranya masing-masing," kata Anindito dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).
Selain itu, karya sastra juga mampu mengupas isu kompleks sekaligus menyajikan perdebatan moral yang mendorong pembaca keluar dari pemikiran hitam-putih dan memikirkan ulang opini serta prasangka yang sebelumnya tidak disadari.
Namun murid perlu dipandu mengubah tafsir yang mereka pilih ke wahana yang berbeda, dari prosa ke puisi atau sebaliknya dari teks menjadi gambar, drama, atau film dan dari fiksi menjadi kritik sastra atau karya ilmiah.
Baca juga: Hidupkan Literasi melalui Sandiwara Sastra, Kemendikbudristek Rilis Drama Audio Misteri Nusantara
Dengan kata lain, pembelajaran sastra tidak terbatas pada menghafal buku dan siapa penulisnya, berasal dari aliran atau periode apa. Tetapi lebih menggali nilai-nilai yang ada.
Anindito mencontohkan penerapan hal itu sudah ditampilkan saat peluncuran oleh SDN Banyuripan yang membuat pentas wayang dari adaptasi buku 'Mata dan Rahasia Pulau Gapi' yang ditulis Okky Madasari.
Selain itu SMP Sekolah Alam Bogor yang menampilkan musikalisasi puisi 'Hatiku Selembar Daun' yang ditulis Sapardi Djoko Damono.
Sementara SMA Kolese Gonzaga Jakarta yang membuat monolog dari novel 'Laut Bercerita' karya Leila S. Chudori.
“Bagi sebagian guru, pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran mungkin hal baru. Karena itu kami menyusun modul-modul ajar yang bisa menjadi inspirasi atau diadaptasi oleh guru,” tambahnya.
Adapun pelincuran Sastra Masuk Kurikulum dibarengi dengan Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, hal ini kemudian ditanggapi beragam oleh publik.
Buku yang disusun bersama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini mencakup 177 judul buku fiksi. Daftar ini direkomendasikan para kurator yang terdiri dari para akademisi, sastrawan terkenal dan para pendidik.
Dari jumlah itu, 43 karya untuk SD sederajat, 29 judul untuk jenjang SMP, dan 105 untuk SMA/SMK/MA.
Baca juga: Jon Fosse, Penulis Norwegia yang Dikenal Inovatif, Raih Nobel Sastra 2023
Anindito mengakui sejak diluncurkan, Sastra Masuk Kurikulum mendapat banyak tanggapan positif dan masukan kritis. Hal ini menurutnya menunjukkan antusiasme dan kepedulian berbagai pihak.
“Semua masukan sedang kami olah sebagai bahan perbaikan. Ada beberapa pertanyaan dan masukan yang ingin saya tanggapi,” ungkap dia.
Sejumlah pertanyaan yang kerap ditanya adalah tujuan dari program tersebut.
Menurutnya, Sastra Masuk Kurikulum adalah program pendukung Kurikulum Merdeka dalam upaya membantu guru memanfaatkan sastra dalam pembelajaran.
“Tentu akan ada karya-karya yang dipandang adiluhung, namun tidak masuk dalam daftar. Meski begitu, daftar karya ini akan terus kita perbarui secara berkala. Silakan kirim usulan kepada Pusat Perbukuan Kemendikbud Ristek,” katanya.
Pertanyaan berikutnya yang kerap muncul terkait masuknya karya kurator dalam daftar rekomendasi.
Anindito menyebutkan yang perlu diketahui adalah proses kurasi dilakukan secara terpisah antara jenjang SD, SMP, dan SMA - dengan tim kurator yang berbeda.
Tim kurator SMA bisa mengusulkan karya dari kurator SD atau SMP, dan sebaliknya. Tapi tidak ada kurator yang mengusulkan dan menilai karyanya sendiri.
Kemudian soal panduan pembelajaran, Anindito mengaku sudah meminta tim untuk mengumpulkan semua masukan, menyunting ulang, dan kalau perlu mengubah konsep panduannya.
“Prinsipnya, panduan ini tidak menginterpretasi atau mengkritik karya terpilih, melainkan memberi informasi yang membantu guru untuk mempertimbangkan karya tersebut dan mempunyai bayangan cara menggunakannya di kelas,” jelas dia.
Ia menambahkan bahwa program ini sebagai alat bantu penerapan kurikulum yang akan mengikuti prinsip Kurikulum Merdeka di mana para guru diberikan fleksibilitas.
Daftar ini terangnya, diibaratkan sebagai menu yang membantu guru meracik masakan yang cocok untuk muridnya. Tak ada kewajiban murid untuk membaca semua, atau bahkan sebagian, karya yang direkomendasikan.
"Jadi tidak ada beban tambahan. Justru ini membantu penerapan Kurikulum Merdeka yang memang memberi banyak ruang bagi beragam bahan belajar - termasuk karya sastra,” terang Anindito.
Seperti diketahui Program Sastra Masuk Kurikulum diluncurkan pada Senin 20 Mei 2024. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim mengatakan, masuknya sastra menjadi bagian pembelajaran sekolah menjadi sebuah jalan dalam upaya mencerdaskan bangsa.
Nadiem juga menegaskan, dengan hadirnya sastra dalam pembelajaran di kelas, maka dorongan terhadap guru untuk memanfaatkan karya sastra sebagai fasilitas belajar pun digalakkan.
“Masuknya sastra dalam kurikulum menjadi bentuk keseriusan kami dalam menguatkan literasi dan minat baca peserta didik,” kata Nadiem.
Literasi merupakan keterampilan dasar yang sangat penting bagi perkembangan akademis dan profesional siswa.
Programme for International Student Assessment (PISA) menjadi alat ukur global yang mengevaluasi kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun. Penilaiannya dilakukan setiap tiga tahun terakhir.
Skor literasi membaca PISA 2022 menunjukkan Indonesia masih tertahan di peringkat 10 terbawah dengan menempati peringkat 70 dari 80 negara dengan skor literasi membaca 359.
Indonesia tertinggal dengan negara Asia Tenggara lain yakni Thailand di posisi 63 dengan skor 379 dan Malaysia di posisi 60 dengan skor 388, serta Brunei Darussalam di posisi 44 dengan skor 429.
Bahkan skor pada tahun 2022 itu menjadi terendah sejak Indonesia berpartisipasi dalam tes tersebut di tahun 2000. Masuknya Sastra dalam kurikulum diharapkan mampu menggenjot literasi membaca tersebut.